ONE DAY TOUR : ALING-ALING, KROYA, PUCUK, DAN KEMBAR

by - November 08, 2017

ONE DAY TOUR : ALING-ALING, KROYA, PUCUK, DAN KEMBAR
Teman perjalanan saya (kiri ke kanan : K,Sarah, Saya, Ulfa, Noni), foto oleh Bli Gede


Berangkat dari rasa penasaran, muncullah niat untuk berkunjung ke tempat ini.

Dua hari yang lalu saya melihat sebuah postingan di insta story milik akun seorang traveller ketjeh, nama akunnya @nengahnemo. Saya kemudian mengirim pesan untuk menanyakan lokasi yang menjadi latar pengambilan fotonya. Untunglah si abang #ehhh berbaik hati memberikan informasi mengenai tempat ini (makasih ya Bang;)). 
Mari melompat, foto oleh Ulfa


Kebetulan kemarin juga ada teman kos saya selama di Jogja sedang berlibur ke Bali dan minta diantar ke Pura Ulundanu, Bedugul (tulisan mengenai pura ini akan diulas di artikel berikutnya). Oleh karena jarak tempuh yang lumayan cepat (_+1 jam) antara Bedugul dan Kota Singaraja, juga (_+15 menit) antara Kota Singaraja dan air terjun ini, bertolaklah kami, empat orang perempuan pagi itu dari Kota Denpasar. Setelah menempuh perjalanan kurang lebih 5,5 jam dari Denpasar (karena masih singgah di Pura Ulundanu, Pucak, dan makan duren di Pinggir jalan menuju Kota Singaraja) dan dilimpahi air hujan di sepanjang perjalanan, kami akhirnya tiba di TKP. 
Mari main perosotan, video oleh Ulfa

Awalnya kami sempat shock karena melihat harga yang terlampir di daftar harga dirasa begitu mahal. 125 ribu rupiah untuk short trekking dengan  durasi waktu dua jam untuk empat lokasi air terjun, medium trekking (lupa rinciannya) serta 350 ribu rupiah untuk long trekking dengan durasi waktu enam jam untuk tujuh lokasi air terjun. Setelah mendengar penjelasan dari petugas, kami akhirnya paham bahwa harga yang tertera di sana sebanding dengan rasa lelah serta risiko yang ditanggung oleh pemandu lokal yang menemani kami apabila kami ingin melakukan aktivitas-aktivitas anti mainstream di sana. Petugas tersebut juga memberikan informasi bahwa apabila kami hanya sekedar berfoto, kami hanya membayar 10 ribu (tanpa berenang, tanpa menyentuh air melewati lutut dan apabila kedapatan melanggar akan dikenakan denda dua kali lipat dari harga normal). Dikarenakan kondisi keuangan yang sedang tidak bersahabat juga cuaca yang kurang mendukung, kami memilih untuk membayar sepuluh ribu untuk mengunjungi air terjun pucuk, kembar, kroya, dan aling-aling. Petugas memberikan dua pilihan kepada kami, mau memarkir motor di parkiran dekat loket tiket dengan biaya gratis dengan risiko jarak trekking semakin jauh atau memarkirnya di tempat yang sedikit dekat ke lokasi air terjun dengan biaya dua ribu rupiah, dan kami memilih pilihan kedua. 
Captionnya keren, foto oleh Noni

Setelah kendaraan terparkir rapi, kami bergegas menuju air terjun. Perjalanan menuju tiga lokasi pertama (kroya, pucuk, dan kembar) memakan waktu  _+15 menit. Sesampainya di lokasi, kami beristirahat sejenak dan mengambil beberapa gambar. 
Noni di air terjun mini tak bernama di sepanjang jalan menuju air terjun aling-aling

Walaupun tadinya hujan, airnya tetap jernih (tidak coklat) dan riak-riaknya seakan mengajak kami untuk bercumbu dengannya. Selang beberapa waktu setelah kami mengambil gambar, datanglah empat orang bule cakep (eh salah fokus lagi). Mereka melompat dan bermain perosotan. Tampaknya mereka sangat menikmati permainan itu dan kami akhirnya tergoda untuk mencobanya (nah loh?). Ada dua orang pemandu yang menemani keempat bule ini. Kami lalu bertanya ke salah satu pemandu yang sedang duduk tentang cara mendapatkan tiketnya (karena tempat penjualan tiketnya jauh). Oleh karena dewi keberuntungan sedang berpihak kepada kami, kami akhirnya bisa melakukan aktivitas-aktivtas tersebut dengan menambah seratus lima belas ribu rupiah per orang. 
Ulfa di air terjun aling-aling

Uji adrenalin dimulai. YEAHHH.
Aktivitas pertama yang akan kami lakukana adalah melompat dari ketinggian lima meter dengan kedalaman tak terhingga. Mau tahu rasanya? Hmmm tidak bisa terdeskripsikah deh. Pokoknya horor sekali.
Air terjun kembar, foto oleh Bli Gede

Setelah diselimuti keraguan selama _+3 menit baru saya memberanikan diri untuk bercumbu dengan air terjun berlaguna ini. Bukannya kapok, saya malah ketagihan untuk melompat lagi dan lagi sampai tiga kali. Sensasinya memang luar biasa.
Setelah itu kami diarahkan untuk menuju bagian atas air terjun untuk melakukan aktivitas lainnya, yakni perosotan. Tidak degdegan saat berada dipuncaknya tetapi ketika dilepas oleh sang pemandu dan melucur ke bawah dan juga ditekan oleh derasnya air terjun, saya merasa diri saya seakan tertelan oleh ganasnya air terjun ini. Sangat horor dan saya tidak mau mencobanya lagi di tempat yang sama walaupun ditawarkan oleh sang pemandu. 
Puncak air terjun kembar, foto oleh Ulfa

Dari air terjun Kroya, kami menuju air terjun berikutnya, air terjun tak bernama (mungkin anak Kroya) untuk berperosotan lagi. Saya berani berperosotan disini karena air terjunnya tidak begitu tinggi. Setelah itu saya mencoba melompat dari batu di air terjun yang sama setinggi dua meter. Sekedar informasi, seperti yang sudah saya jelaskan sebelumnya, semua aktivitas disini dilakukan harus dengan bantuan pemandu lokal karena sangat berbahaya apabila dilakukan sendirian. Ada titik-titik tertentu yang tidak boleh dilompati karena terdapat batu-batu tajam, sehingga sebelum melompat kami sudah diarahkan untuk melompat ke arah mana saja dan harus sesuai dengan teknik yang diajarkan oleh pemandu disini. Salah melompat bisa menyebabkan cedera, bahkan kematian. 

Full team, foto oleh Bli Gede
Dari anak Kroya, saya menuju air terjun kembar, ditemani sang pemandu. Kawan perjalanan saya menunggu di anak Kroya. Saya tidak berani melompat disini karena ketinggiannya mencapai 10 meter. Baru melihat dari puncaknya saja saya sudah bergidik ngeri. Saya hanya berenang dan berendam di sana dan saya jatuh cinta dengan kesegaran air terjun ini. Saya betah berlama-berlama disini tetapi karena waktu yang sangat mepet, saya akhirnya kembali ke atas, untuk kemudian menuju ke air terjun aling-aling selama _+10 menit, lalu kembali ke parkiran dan menuju Denpasar.

Air terjun Aling-aling

Selama perjalanan kembali ke parkiran saya dan kawan-kawan mewawancarai Bli Gede, pemandu kami mengenai beberapa hal tentang daya tarik ini. Menurut penuturan Bli Gede, sangat berbahaya melakukan aktivitas air disini tanpa bantuan Pemandu lokal. Lanjutnya, pernah ada kejadian orang meninggal di sini empat tahun lalu karena melakukannya tanpa bantuan pemandu lokal. Biaya karcis yang dikenakan kepada pengunjung, 60% menjadi hak pengelola, sedangkan 40% masuk ke kantong pemandu lokal. Pembagian yang adil, bukan?

Baca juga :

EKSOTISME LOKASI SYUTING FILM EAT PRAY LOVE, PANTAI PADANG-PADANG

TERHEMPAS OMBAK TERBAKAR MATAHARI DI PANTAI DREAMLAND

PESONA MATAHARI TERBENAM DAN CAFE TEPI TEBING DI PANTAI SULUBAN

GREENBOWL : PANTAI TERSEMBUNYI DI SISI SELATAN PULAU DEWATA





You May Also Like

4 comments