Keladi Raksasa, Pohon Cinta, dan Pohon Hamil : Daya Tarik Kebun Raya Gianyar

by - September 09, 2017



Pintu Masuk Kebun Raya Gianyar (masih dalam pengerjaan), foto oleh Nonny Sunaryo
Ketika membaca pesan WA dari Bli Alit, ketua angkatan kami di grup angkatan bahwa hari sabtu tanggal 9 september kami diundang untuk bergabung dalam pengabdian masyarakat program studi kajian pariwisata, saya sangat bahagia. Kalian pasti bertanya-tanya “kok bahagia sih?” yah saya bahagia karena pengabdian masyarakat artinya jalan-jalan lagi, dan yang terpenting adalah gratis (huhh dasar anak kos).
Penasaran sama lokasinya? Kali ini kami berkesempatan untuk mengunjungi Kebun Raya Gianyar atau nama internesienelnya (sok inggris) Gianyar Botanical Garden.
Hijau membentang sepanjang perjalanan, foto oleh penulis
Semalam sebenarnya udah persiapan buat bangun pagi, tapi apa daya takdir berkata lagi. Syukur digedorin Topan yang pagi tadi datang menjemput duo hijabers (makasih lho pan wkwkwk). Walau udah digedorin Topan, tetapi karena belum mandi dan melakukan ritual-ritual kewanitaan lainnya, akhirnya saya ketinggalan bis gratis. Saya disaranin sama katrin dan nonny buat nyusul naik motor. Sebenarnya awalnya malas banget buat nyusul sendirian, tapi karena udah lama gak nyusurin Bali dan sekitarnya akibat libur berkepanjangan akhirnya saya nyusul juga naik motor sendirian.
Cuaca hari ini sangat bersahabat men. Entah karena cuacanya kasihan saya atau gimana, pokoknya saya merasa perjalanan single saya hari ini menyenangkan. Udara dingin yang alam sajikan, pemandangan hijau di sepanjang perjalanan yang alam sediakan menjadikan perjalanan hari ini memberikan pelajaran berharga buat saya. Yupss, pelajaran untuk lebih banyak bersyukur, untuk menyadari bahwa Tuhan sudah punya rencana untuk setiap ciptaannya (yaelahhh sok rohani kali pun diriku).
Tanaman sayur di Kebun Raya Gianyar, foto oleh penulis
Setelah menempuh perjalanan selama kurang lebih 1,5 jam, akhirnya saya tiba di TKP, eh ternyata gak ada orangnya. Saya pun kembali ke kampung dekat TKP buat bertanya, tetapi di sana saya malah bertemu sama ketiga teman saya yang juga nyusul di sebuah warung. Ternyata sodara-sodara, rombongan bis masih di Kantor Desa Kerta dikarenakan ada diskusi di sana. Karena bosan nunggu, akhirnya kami memesan pop mie sama ibu pemilik warung. Setelah mienya tersaji di depan kami, muncullah rombongan bis. Sial kan? Hmmm. Yasudah, akhirnya kami terburu-buru menghabiskan pop mie tadi (sayang banget gak dihabisin). Kami pun kemudian menyusul kawan-kawan ke TKP.
keadaan kebun raya di Balai pertemuan dan sekitarnya, foto oleh penulis.

Dan tarangggg di sana kami disiapkan oleh panitia nasi kotak. Rejeki anak solehah benar-benar ya? Wkwkwk. Nyampe dan makan. Asyik banget kan? Makanannya enak pula. Setelah makan siang kami pun berkumpul di balai pertemuan untuk berdiskusi bersama para dosen, pejabat desa, serta pengurus kebun raya. Karena saya mengantuk berat, materi yang diberikan pun hanya sedikit yang nyantol. Materi yang diberikan seputar ekowisata dan dalam sesi diskusi ada penyataan dan pertanyaan dari mahasiswa yang intinya mengkhawatirkan ekowisata di kebun raya tersebut akan menjadi mass tourism/wisata masal.
Pohon Keladi Raksasa, foto oleh Nonny Sunaryo

Monumen pohon cinta, foto oleh penulis.
Setelah melewati sesi diskusi, kami pun diajak mengelilingi kebun raya untuk sekedar memanjakan mata sekaligus belajar. Apa yang kami temukan dalam petualangan kami kali ini sodara-sodara? Kami menemukan pohon keladi raksasa, yang tingginya bisa mencapai dua kali lipat tinggi manusia. Wah luar biasa kan? Saya belum pernah menemukan keladi setinggi ini sebelumnya. Paling mentok sebahulah tingginya. Selain itu kami juga menemukan pohon cinta. Konon katanya pohon ini berbentuk cinta, tetapi tidak bisa dilihat secara kasat mata, karena tinggi dan bentuk hatinya menjorok ke dalam hutan lebat. Tetapi jangan khawatir karena ada monumen temporernya yang bisa dipakai pengunjung buat berselfie ria. Satu lagi yang tidak kalah unik dari kebun raya tersebut adalah keberadaan pohon hamil? Kenapa disebut pohon hamil? Saya pun tidak tahu. Mungkin karena bagian tengah pohon yang sedikit mengembung sehingga menyerupai perempuan hamil.

Pohon hamil, foto oleh penulis
sebenarnya masih banyak lagi tanaman bali yang bisa kami lihat, mengingat kebun raya tersebut memiliki lahas seluas kurang lebih sepuluh hektar, namun dikarenakan oleh waktu yang terbatas, akhirnya petualangan kami berakhir setelah mengunjungi pohon hamil. Terimakasih prodi s2 kajian pariwisata yang sudah memfasilitasi perjalanan kami pada hari ini. Sampai bertemu pada pengabdian-pengabdian berikutnya.








BACA JUGA :

ONE DAY TOUR : ALING-ALING, KROYA, PUCUK, DAN KEMBAR

PESONA MATAHARI TERBENAM DAN CAFE TEPI TEBING DI PANTAI SULUBAN

MELAWAT KE KAMPUNG WAEREBO : MAGNET WISATA DI PULAU BUNGA

You May Also Like

0 comments