PESONA SEBUAH NAMA : PURBA YANG MELEGENDA

by - September 21, 2017




 View Embung Ngglanggeran dari Puncak Gunung Purba,
foto oleh Ihyana Hulfa/Gege


Pada hari ke 10 saya menikmati liburan semester di Jogja, saya dan kawan-kawan (salah satunya teman Magister Kajian Pariwisata 2016, Ulfa) menuju ke kawasan ekowisata Gunung Api Purba Ngglanggeran yang terletak di Desa Ngglanggeran, Kecamatan Patuk, Kabupaten Gunung Kidul. Perjalanan dari pusat kota Yogyakarta menuju kawasan ekowisata tersebut memakan waktu kurang lebih satu jam. Sesampainya di sana kami pun segera memarkir kendaraan dan menuju ke loket untuk melakukan pembayaran. Setiap pengunjung dikenai biaya  tiket masuk seharga Rp 15.000,00 dan biaya parkir motor Rp 2.000,00 per motor.
Batu raksasa pengapit jalan,
In Frame : Ulfa, Gege, Ari, foto oleh Penulis
Batu Raksasa penghuni Gunung Api Purba,
foto oleh Ari/Ulfa/Gege
Setelah melakukan pembayaran, kami pun tidak sabar lagi untuk mencapai puncak. Pendakian kami pun dimulai dan dipandu oleh salah seorang teman yang sudah pernah kesana. Di sepanjang trek pendakian kami melewati lorong-lorong sempit yang diapiti oleh batu-batu raksasa. Di beberapa titik terdapat gardu pandang yang disediakan untuk menikmati pemandangan sekitar dari ketinggian. Ada juga pemandangan dua gunung raksasa, yakni gunung Merapi dan Merbabu. Sungguh indah. Di gardu pandang tersebut kami pun beristirahat sejenak sambil mengabadikan pemandangan dan momen-momen indah tersebut dalam bingkai kamera.
sayang lingkungan dong :)
foto oleh Ulfa

            Pendakian pun dilanjutkan. Di sepanjang perjalanan, kami disuguhkan tulisan-tulisan berupa himbauan untuk menjaga lingkungan dengan rangkaian kalimat yang kocak khas anak muda yang lumayan mengocok perut. Selain gardu pandang, ada juga mata air sakral yang bernama mata air Comberan di salah satu titik. Di sini perempuan yang sedang datang bulan dilarang masuk. Setelah menempuh perjalan kurang lebih 45 menit kami pun sampai di puncak pertama. Di sana kami beristirahat sejenak, kemudian perjalanan dilanjutkan ke puncak kedua. Pemandangan yang sempurna. Dari puncak tersebut Embung Ngglanggeran terlihat sangat jelas dan menjadi background yang sangat bagus untuk berpose ria.
Setelah menghabiskan waktu kurang lebih 30 menit di puncak, kami pun turun kembali. Di pos terakhir kami menemukan sebuah warung kejujuran. Kami kemudian berhenti di sana untuk membeli beberapa botol air mineral. Menurut salah satu anggota kelompok sadar wisata (pokdarwis) kawasan ekowisata, warung kejujuran tersebut milik salah satu warga desa. Tambahnya pula, beberapa waktu yang lalu ada seorang pendaki yang tertarik dengan konsep warung kejujuran itu, kemudian ia menyumbangkan satu unit kulkas untuk pemilik warung kejujuran tersebut. Selain itu, ada juga peternakan kambing sebelum tiba di parkiran. Yang unik dari kandang tersebut adalah bentuknya yang cantik dan indah serta yang menempati kandang tersebut hanyalah kambing yang berwarna putih.
Pemandangan dari gardu pandang 2
view Gunung Kembar (Merapi-Merbabu) berjejer rapi di hadapan



          
Kantin Kejujuran ala masyarakat lokal
  Setibanya di pos, kami beristirahat sejenak sambil mengobrol dengan Bapak Triana, yang sudah disebutkan di atas. Beliau menjelaskan bahwa pihak pengelola kawasan ekowisata Gunung Api Purba mengusung konsep Community Based Eco-Tourism (CBET) dalam pengelolaan kawasan ekowisata tersebut. Dari retribusi sebesar Rp 15.000,00 yang dikenakan kepada pengunjung, Rp 2.000,00 diperuntukan Pemerintah Daerah Kabupaten Gunung Kidul, sedangkan sisanya digunakan untuk perawatan lingkungan ekowisata, khas desa, pembangunan infrastruktur, dan lain-lain. Selain itu, disana terdapat penginapan milik warga di bawah kaki gunung Purba, sehingga warga setempat bisa memperoleh pendapatan tambahan. Menurut Triana, pada tahun 2002/2003 harga tiket masuk hanya sebesar Rp 500,00 per orang, kemudian pada tahun 2007/2008 harga tiket dinaikkan menjadi Rp 7.000,00 per orang. Triana menyebutkan bahwa dalam sebulan, jumlah pengunjung rata-rata Rp 12.000,00 orang. Dengan membludaknya jumlah pengunjung, daya dukung lingkungan pun menurun. Kemudian dengan berbagai pertimbangan akhirnya pada bulan Juli tahun 2016 harga tiket dinaikkan menjadi Rp 15.000,00 per orang untuk siang hari dan Rp 20.000,00 per orang untuk malam hari agar kelestarian alam di kawasan tetap terjaga.
dari kiri ke kanan : Penulis, Pak Triana (Nara Sumber), dan Ari


            Kabar baiknya, pokdarwis kawasan ekowisata baru saja menerima penghargaan CBET di Singapura. Satu hal unik yang membuat saya terperangah adalah mereka, warga Desa Ngglanggeran membubuhi nama belakang mereka dengan tambahan Purba demi mempopulerkan kawasan ekowisata tersebut, sampai orang mengira kalau marga Purba Batak sudah berpindah ke Gunung Kidul. Wow luar biasa ya usaha mereka. Semoga kelestarian kawasan ekowisata tersebut tetap berlanjut.

You May Also Like

0 comments