Laman

  • Beranda
  • halo, I am an amateur blogger
  • Home
  • Travel
  • Life Style
    • Category
    • Category
    • Category
  • About
  • Contact
  • Download

Search This Blog

Powered by Blogger.

Report Abuse

About me

Novi Tani
View my complete profile
  • Beranda

Mengenai saya

Novi Tani
View my complete profile

Perjuangan Menuju Supermarket di Sunshine Coast, Queensland

Selama bulan September sampai dengan Oktober 2019, saya dan 24 teman lain dari beberapa daerah di Nusa Tenggara Timur memperoleh kesempatan ...

  • Beranda

Pariwisata, kebudayaan, dan perjalanan wisata

facebook google twitter tumblr instagram linkedin

EKSOTISME LOKASI SYUTING FILM EAT PRAY LOVE, PANTAI PADANG-PADANG

Pemandangan pantai dari lokasi nyasar kedua, foto oleh penulis

Saya rasa hampir semua kita pernah mendengar tentang film Eat, Pray, Love. Bahkan tidak sedikit yang pernah menontonnya di layar kaca. Film yang disadur dari novel karangan Elizabeth Gilbert dan dibintangi oleh aktris berbakat Julia Roberts ini banyak menuai pujian. Bagaimana tidak? film ini berlokasi di empat negara di dunia. Tahukah kamu bahwa salah satu negara yang menjadi lokasi film ini adalah Indonesia, khususnya Pulau Bali, lebih khususnya lagi di kawasan wisata Ubud dan Pantai Padang-padang yang akan saya bedah kecantikkannya dalam tulisan ini.
Loket pembayaran, foto oleh penulis

Kemarin di tulisan saya tentang pantai dreamland (bisa baca disini) dan pantai melasti (bisa baca disini), saya juga menguraikan jarak tempuh dan segala hal tentang kedua pantai ini.
Setelah berpuas diri melebur bersama ombak di Pantai Dreamland, kami memacu motor kami menuju pantai yang dijadikan salah satu lokasi film fenomenal ini. Perjalanan dari Pantai Dreamland menuju pantai ini memakan waktu sekitar tiga puluh menit. Setelah melewati jalan berlubang dan sempit serta berkelok-kelok yang dinavigasi oleh googlemaps, serta dua kali sempat nyasar karena tidak melihat papan nama destinasi wisata ini dan penunjuk arah parkiran motor, kami pun akhirnya menginjakkan kaki di tempat pembelian tiket masuk. Sebagai informasi, untuk memasuki pantai ini, wisatawan domestik wajib membayar biaya retribusi sebesar lima ribu rupiah per orang, baik dewasa maupun anak-anak. Sedangkan untuk wisatawan mancanegara, masing-masing sepuluh ribu rupiah untuk orang dewasa dan lima ribu rupiah untuk anak-anak. Tidak dipungut biaya parkir dan kamar mandi di lokasi ini, jadi hitungannya lebih murah di pantai ini daripada di Dreamland (kalau mandi bilas ya. :)).
Jalan setapak menuju pantai, foto oleh penulis

Setelah melewati loket pembayaran, kamu akan disambut oleh segerombolan monyet jinak yang bergerombolan di sisi kiri kanan badan jalan, seolah-olah mereka dihadirkan untuk menjadi pagar ayu bagi para pengunjungnya. Selain kehadiran monyet-monyet cantik yang bergelantungan di badan pohon serta menempel malu-malu di bebatuan, kamu juga menemui jalan sempit berdinding dan beratap bebatuan besar alami.
Sambutan si pagar ayu, foto oleh penulis

Pantai ini tergolong ramai (lebih ramai dari Pantai Dreamland). Sangat banyak wisatawan yang mengunjunginya hari itu. Seolah-olah tidak mau menolak rupiah yang mungkin akan dibelanjakan oleh wisatawan, para pedagang juga berlomba-lomba menjajakan segala macam produk olahannya, baik berupa makanan maupun kerajinan seni serta kebutuhan-kebutuhan mendasar wisatawan. Walaupun pantai ini ramai pengunjung, ketenangan tetap dapat tercipta karena suasana pantai sore itu benar-benar bersahabat.
Aktivitas memancing, foto oleh penulis

Aktivitas mengayuh kano, foto oleh penulis
Saya rasa tidak salah Rian Murphy beserta crewnya memilih lokasi ini sebagai salah satu latar filmnya. Dari semua pantai di Bali yang pernah saya kunjungi, saya merasa pantai inilah yang paling asik dijadikan tempat berendam dan mandi. Warna hijau toska serta hijau lumut yang dipantulkan dari pepohonan di tebing sepanjang garis pantai menambah indah pantai ini.
Mencumbui ciptaan Tuhan, foto oleh Lisye

Ada berbagai aktivitas yang bisa dilakukan di sini seperti mengayuh kano, memancing, menyusuri bibir pantai, makan, dan yang paling populer adalah berenang. Airnya yang jernih dan tenang serta areanya yang luas, ditambah kesegaran airnya mendundang gairah saya untuk mencumbuinya. Setelah menitipkan tas dan kamera ke salah satu bapak yang sedang duduk selonjoran di tepi pantai, di balik batu, saya pun tidak sabar menyentuh ciptaan Tuhan ini. Semula kami sudah menetapkan batas waktu untuk menjajaki pantai ini hanya dalam waktu satu jam karena harus berburu sunset di Pantai Nyang-nyang, eh malah kebablasan di pantai ini sampai satu setengah jam karena keasikan berendam dan mengambang di atas permukaannya. 
Semoga di lain waktu bisa kembali menyambangi pantai ini.

baca juga :

PERTEMUAN LANGIT BIRU, LAUT BIRU BERPADU TOSKA, DAN PASIR PUTIH BERTIMBUN RUMPUT LAUT DI PANTAI MELASTI

MENYAMBANGI TAMAN KOTA RENON

MELAWAT KE KAMPUNG WAEREBO : MAGNET WISATA DI PULAU BUNGA  

Share
Tweet
Pin
Share
No comments


TERHEMPAS OMBAK TERBAKAR MATAHARI DI PANTAI DREAMLAND

Para peselancar sedang beraksi, foto oleh penulis

Kutipan yang berbunyi "happiness comes in waves" ada benarnya. Baru mendengar bunyi ombaknya saja kedamaian sudah tercipta seketika, apalagi ketika tubuh dihempas ombak di pantai Dreamland. Ombak di pantai ini relatif besar tetapi pengunjung tetap aman bermain, menabrak, menyelam, bahkan mengambang di ombak tersebut. Pasti ada yang bertanya "kok bisa?" Jawabannya bisa sekali. Oleh sebab kontur pantainya yang datar, pantai ini sangat dangkal sampai beberapa meter ke arah laut lepas, sehingga ketika terseret ombak ke tengah laut, kamu tidak akan tenggelam. Begitu pula sebaliknya, ketika kamu terhempas gulungan ombak dari lautan lepas, kamu hanya terbuang ke tepian laut, tanpa dilukai oleh batu karang, karena dari bibir pantai sampai ke kedalaman yang terdalam pun semuanya beralaskan pasir. 
Jalan menuju Pantai Dreamland, foto oleh Lisye
Papan selamat datang dengan latar danau hijau lumut alami, foto oleh penulis

Kami menuju pantai ini setelah menghabiskan waktu sekita tiga jam di pantai melasti (ulasan mengenai pantai ini ada di postingan sebelumnya. Pantai ini tergolong ramai. Di sepanjang perjalanan menuju pantai ini, terdapat beberapa bangunan mewah yang konon katanya milik Bapak Tomi Suharto. Dusuguhi pemandangan yang berbeda dari perjalanan-perjalanan sebelumnya membuat perjalanan ke pantai ini memiliki kesan tersendiri. Biaya parkir motor yang ditarik adalah sebesar lima ribu rupiah per motor, sedangkan untuk masuk ke pantainya kamu tidak dikenai biaya alis GRETONG. 
Suasana Pantai Dreamland, foto oleh penulis
suasana Pantai Dreamland, in frame : Lisye, foto oleh penulis


Baru saja memarkir motor, kami sudah disambut ibu-ibu pemilik lapak makanan di sekitar parkiran dengan menawarkan barang jajahan mereka. Untuk tidak mengurangi rasa hormat kami untuk mereka, kami pun menolaknya secara halus dengan mengatakan nanti, dan sampai pulangpun kami tidak membelinya. Hahaha parah kan? Semoga kalian tidak mengulangi perbuatan tidak terpuji kami. 
Sebelum memasuki pantai, kami disambut oleh danau alami berwarna hijau lumut yang terbentuk akibat limpahan air laut saat pasang. Di sana kami mengambil beberapa foto, lalu berjalan menyusuri toko-toko baju serta perlengkapan pantai dan beberapa kafe sebelum menginjakkan kaki di pasir putih halus dan panas di sepanjang bibir pantai. 
Walaupun tergolong ramai, pantai ini tetap menampakkan keindahannya. Tebing-tebing yang terkikis air laut sehingga membetuk cekungan-cekungan besar membuatnya menjadi tempat beristirahat yang ramah kantong (mengingat di sepanjang bibir pantai ada bangku kayu berpayung yang diewakan kepada pengunjung).
Bermain dengan air dan ombak, foto oleh Lisye

Berbagai aktivitas bisa dilakukan di pantai ini. Kamu bisa tidur cantik, membaca, mandi, duduk cantik sambil menikmati deru ombak dan hawa pantai, juga berselancar ria.
Setelah mengambil beberapa foto para peselancar yang tengah berselancar di sana, kami pun tergoda untuk menyentuh dan bermain dengan air yang memikat kami dengan keindahan warna dan deru ombaknya. Setelah puas dipermainkan ombak, kami pun segera bergegas ke tempat kami beristirahat tadi untuk bersiap-siap dan menuju destinasi kami selanjutnya di pantai Padang-padang. Baru saja sampai di tempat ini, kami sudah ditawarkan oleh ibu-ibu disana untuk dipijit. hmmmm kami tidak punya dana untuk pijit-memijit buk. Maklum kere. Hehehe.
Mandi sepuluh ribu : BYEEE, foto oleh penulis

Perjalanan kami ke Pantai Padang-padang pun terealisasi dengan basah-basahan. Biasalah untuk menghemat biaya kamar mandi, karena di pantai ini, biaya kamar mandi sepuluh ribu rupiah per sekali mandi. mahal sekali kan? hmmm mungkin bagi kalian tidak, tetapi bagi kami iya.
Sekian dulu ulasan saya tentang pantai ini. Jangan lupa merekam kenangan kamu di sini ya. 


BACA JUGA :

PESONA SEBUAH NAMA : PURBA YANG MELEGENDA

JATILUWIH : MANIFESTASI BUDAYA MASYARAKAT BALI

MENYAMBANGI TAMAN KOTA RENON

GREENBOWL : PANTAI TERSEMBUNYI DI SISI SELATAN PULAU DEWATA

Share
Tweet
Pin
Share
No comments
PERTEMUAN LANGIT BIRU, LAUT BIRU BERPADU TOSKA, DAN PASIR PUTIH BERTIMBUN RUMPUT LAUT DI PANTAI MELASTI




Pemandangan pantai dari ketinggian, foto oleh penulis

There is no place like the beach
Where the land meet the sea
And the sea meet the sky

Kutipan dari Umair Sidiqui di atas ingin menyampaikan kepada kepada kita bahwa pantai begitu istimewa. Kutipan ini bukan tanpa bukti. Silahkan mengunjungi pantai-pantai di tempat tinggal kawan-kawan sendiri. Bukan ke pantai namanya kalau tidak membawa oleh-oleh berupa kulit yang gosong sekembalinya dari sana (kok malah jadinya gak nyambung ya? wkwkwk). 
Jadi hari selasa kemarin, kami mengunjungi Pantai Melasti yang letaknya masih di Nusa Dua. Memang kalo berbicara soal pantai di Bali, pantai-pantai di Nusa Dua tidak ada duanya. Setidaknya menurut saya (karena saya belum pernah ke Amed. katanya di sana bagus sekali pantainya).
Karcis masuk, foto oleh penulis

Tampak para pekerja sedang melakukan pembangunan akses ke pantai, foto oleh penulis

Foto oleh penulis


Untuk menuju ke sana, kami harus menempuh perjalanan kurang lebih satu jam dan lima belas menit lamanya. Pantai ini belum memiliki gerbang karena masih dalam tahap pengerjaan, sehingga biaya retribusinya ditarik oleh sekelompok Bapak-Bapak (mungkin pengurus desa adat) dengan cara memberikan kode dengan lambaian tangan agar pengunjung berhenti. Kami dikenakan tarif sebesar dua ribu rupiah per orang. Saya memberikan uang sebesar sepuluh ribu rupiah dan langsung memberitahu adik saya untuk segera meninggalkan lokasi itu. Tiba-tiba saya mendengar ada suara yang memanggil kami. Eh ternyata kami dipanggil oleh si Bapak-Bapak tadi karena lupa mengambil kembalian. Akhirnya dengan enggan si adik memutarbalikan motor dan kembali menuju si Bapak. Setelah itu kami dibiarkan untuk melanjutkan perjalanan.
Balai pertemuan, foto oleh penulis
Tampak dua bale-bale untuk bersantai ria di belakang Lisye, foto oleh penulis
Dayang-dayang pasangan yang sedang melakukan sesi foto prewedding di satu-satunya warung di sana, foto oleh penulis
Kondisi kamar mandi umum, foto oleh penulis


Pemandangan terhampar luas di depan mata. Benar kata Taya, warnanya benar-benar indah. seakan mengerti kekacauan-kekacauan yang sempat transit di pikiran selamat ini ; cinta, proposal thesis dan semuanya (ehhh kok curhat? maafkan mahasiswa semester tengah ya). bBenar sekali ia melepaskan semua beban itu. 
Kami memutuskan untuk berfoto sebentar di sisi selatan pantai. Di sana ada sepasang kekasih berwajah oriental yang sedang mengambil gambar untuk prewedding mereka. Tidak lama di sana kami memacu kuda bermesin kami menuju sisi utara pantai. Di sana kami memarkir motor di satu-satunya area yang memiliki beberapa bangunan (dua buah bale-bale untuk bersantai, satu aula setengah tembok, kamar mandi, dan satu warung makan). Menurut salah satu penduduk desa yang kami jumpai di sana balai tersebut bisa dipakai sebagai tempat berkumpulnya klub-klub (apapun kegiatannya). Tidak ada tarif paten yang dibebankan untuk klub-klub tersebut, pengelola hanya meminta dana kebersihan secara sukarela. Hal ini berlaku pula untuk kamar mandinya.
Si abang lagu menunggu kekasih pujaan, foto oleh penulis

Suasana pantai, foto oleh penulis
suasana pantai dua, foto oleh penulis

Setelah berbincang-bincang dengan pemuda tadi kami langsung menuju bibir pantai dengan pasir sehalus tepung terigu. Tidak ada orang di pantai ini, sehingga benar-benar berasa private beach. Setelah mengabadikan beberapa foto, kami pun memanjakan diri dengan merendam kaki kami yang pegal akibat menapaki anak tangga di Pantai Greenbowl dua hari sebelumnya (baca di postingan sebelumnya). Merendam kaki saja, tidak mandi karena kami memutuskan untuk mandi di pantai berikutnya. Setelah puas berendam kami pun kembali ke bibir pantai yang teduh yang dilindungi oleh tebing berbatu putih. Tebing tersebut yang menghalangi matahari sehingga kami membentangkan kain pantai andalan dan mulai berbaring seraya membaca bukunya abang Boy Chandra. Sensasinya? Tidak perlu ditanyakan lagi. Pokoknya ekseplahh (enak-enak sedap).
Membaca dan menikmati pantai, foto oleh penulis

Salah satu kutipan di buku Bang Boy, foto oleh penulis


Di pantai ini bakalan banyak ditemukan rumput-rumput laut yang terhempas ombak. jadi kalau kamu melihat ada bongkahan-bongkahan warna-warni di atas permukaan pasir di foto, jangan mengira itu sampah ya.
Sekian dulu coretan saya tentang langit biru ini. Semoga kamu bisa segera kesini karena jika kamu berniat mengunjungi sebulan atau dua bulan ke depan, saya prediksikan pantai ini bakalan ramai dan dikenakan tarif yang lumayan tinggi.

BACA JUGA :

GREENBOWL : PANTAI TERSEMBUNYI DI SISI SELATAN PULAU DEWATA

ONE DAY TOUR : ALING-ALING, KROYA, PUCUK, DAN KEMBAR

Pantai Nyangnyang : Ketika Mentari Kembali ke Peraduannya

MELAWAT KE KAMPUNG WAEREBO : MAGNET WISATA DI PULAU BUNGA
Share
Tweet
Pin
Share
No comments
PESONA MATAHARI TERBENAM DAN CAFE TEPI TEBING DI PANTAI SULUBAN
Saat matahari kembali ke peraduannya, in frame Rita Qi,
foto oleh Penulis


Matahari terbenam
Hari mulai malam

Itulah sepenggal lagu yang biasa saya dengarkan di masa kanak-kanak saya. Dulunya syair lagu ini hanya lancar dilafalkan saat saya bernyanyi, tanpa tahu betapa mengagumkannya proses terbenamnya matahari ini, apalagi makna dibaliknya. 
Saya mulai suka melihat matahari terbenam saat saya pindah ke pulau ini (baca : Bali), setelah pertama kali saya menikmati matahari terbenam di Pantai Balangan. Ternyata matahari terbenam memberikan efek yang luar biasa. Makna dibaliknya mengajarkan kita bahwa betapapun sulitnya hidup ini, ia akan selalu bermuara pada keindahan ketika saatnya telah tiba, seperti salah satu quote Kristen Butler di bawah ini.

Sunsets are proof that no matter what happens
Every day can end beautifully

Perjalanan ke Pantai Suluban dan Sambutan Sang Monyet
Tempat Parkir, foto oleh penulis

Si cantik, foto oleh penulis


Setelah puas menikmati pantai Greenbowl dengan keindahan dan kedamaiannya (lihat di postingan sebelumnya), kami pun bertolak ke Pantai Suluban untuk menikmati proses matahari terbenam. Perjalanan dari pantai Greenbowl ke Pantai Suluban memakan waktu sekitar 30 menit. 
Sesampainya  di parkiran motor, kami disambut dengan keributan para pemilik kios yang letaknya tidak jauh dari lahan parkir karena mereka dijahili oleh seekor monyet. Setelah motor kami terparkir rapi, sang monyet pun melarikan diri dengan memanjat ke salah satu pohon. Duhhh cantiknya sang monyet dengan latar langit biru serta pohon tak berdaun yang ia panjat. Saya tidak bisa melewatkan momen ini. Akhirnya saya meminjam kamera Lisye dan mengambil beberapa gambar dirinya. 
Biaya parkir motor di pantai ini dua ribu rupiah per motor dan masuk ke pantainya gratis. Untuk menuju ke pantai kita harus menapaki beberapa anak tangga, tetapi tidak seekstrim perjalananan menuju pantai Greenbowl. 
Papan selamat datang, foto oleh penulis


Cafe di Tepi Tebing

Tangga menuju cafe, foto oleh penulis

Pantai sisi utara dengan pemandangan kafe tepi tebingnya, foto oleh penulis



Setibanya di pantai kami disajikan pemdangan batu-batu raksasa yang membatasi dua sisi pantai (utara dan selatan) serta membentuk terowongan kecil di sisi selatan dan terowongan besar di sisi kiri. di tengah kedua sisi terowongan ada batu kapur besar, dan di sana tertera nama sebuah cafe serta penunjuk arah menuju cafe tersebut. Batu besar di tengah kedia terowongan ini sudah dipahat menjadi anak-anak tangga sebagai jalan menuju ke cafe tersebut. 
Kami lalu memutuskan untuk terlebih dahulu menjelajahi sisi utara pantai. Tidak banyak yang bisa dilakukan di sisi selain mandi dan duduk-duduk cantik karena bibir pantainya yang relatif pendek. Kami hanya menghabiskan waktu sekitar 15 menitan di sana, lalu dilanjutkan menuju sisi selatan pantai. Untuk menuju ke sisi selatannya kami harus menunduk melewati terowongan kecil dan pendek, tetapi ini seru kawan.

Menikmati Matahari Terbenam bersama Teman Baru dari Negeri Tirai Bambu


Suasana pantai di sisi selatan, foto oleh penulis




bangkai-bangkai kapal, foto oleh Lisye

In frame Lisye, foto oleh penulis

Dibandingkan dengan Pantai Greenbowl, pantai ini tergolong ramai, tetapi tidak seramai pantai Kuta dan Pandawa. di sisi selatan ini, berbagai aktivitas di lakukan. Ada yang berjemur, mandi, membaca buku, mandi, jualan, dan surfing. Uniknya di sisi selatan ini, kami banyak menjumpai kapal-kapal yang telah rusak, sehingga bisa dijadikan tempat berteduh sembari menunggu matahari kembali ke peraduannya. 
Kami lalu memutuskan untuk membentangkan kain pantai yang kami bawa  lalu berbaring sambil menikmati suasana pantai. setelah puas berbaring, kami menuju air untuk berendam sambil menikmati pecahan ombak yang membentur tubuh. Sungguh nikmat. 
Di saat berendam ini kami berkenalan dengan salah satu pengunjung pantai ini yang berasal dari negeri China. Namanya Rita Qi. Kami pun mulai berbagi cerita. Si kawan mengatakan bahwa ia sangat menikmati alam Indonesia. saya lalu bertanya, bagaimana dengan negeri pesaing kita (Thailand). "kalau soal alam, Indonesia lebih Indah" balasnya. Ah bangganya saya sebagai orang Indonesia. sesi obrolan pun berlanjut, lalu kami saling mengambil beberapa gambar diri kami serta bertukar kontak, dan akhirnya menikmati matahari terbenam. Sungguh indah karya ciptaanmu Tuhan.
Foto bersama Rita Qi, kawan baru dari China

Tarif kamar mandi, foto oleh penulis

BACA JUGA :

MELAWAT KE KAMPUNG WAEREBO : MAGNET WISATA DI PULAU BUNGA

PESONA SEBUAH NAMA : PURBA YANG MELEGENDA

MENIKMATI MALAM DENGAN SEPORSI MAKANAN NASIONAL DISERTAI PENCUCI MATA "BULE CAKEP" DI PASAR TRADISIONAL SHINDU, SANUR

Share
Tweet
Pin
Share
No comments
GREENBOWL : PANTAI TERSEMBUNYI DI SISI SELATAN PULAU DEWATA

pemandangan dari batas kedalaman. foto oleh Lisye


Apa yang dicari orang ketika berkunjung ke Bali? Banyak yang akan menjawab budayanya, tetapi tidak jarang juga yang akan menjawab pantai. Banyak pantai dengan keunikannya masing-masing yang ditawarkan oleh pulau surga tersebut. Pasir putih serta gradasi warna yang indah yang menghiasinya menjadi nilai lebih bagi pantai-pantai di sepanjang pulau ini. 
Ketika membayangkan atau bahkan menginjakkan kaki di bali, yang ada di benak orang-orang pastilah pantai-pantai mainstream seperti Kuta, Sanur, dan Pandawa. Memang tidak bisa dipungkiri bahwa pantai-pantai tersebut juga menawarkan pemandangan yang menawan serta unik juga. Di Pantai Kuta, kamu bisa berselancar ria karena ombaknya yang mendukung, bisa juga menikmati sunset ketika matahari mulai kembali ke peraduannya. Selain itu kamu juga bisa hanya sekedar duduk-duduk saja di bibir pantai sambil menikmati deru ombak. Di Pantai Sanur kamu bisa menikmati sunrise, bermain kano, atau bisa juga bersepeda ria karena disediakan jalur sepeda. Di pantai pandawa ada berbagai aktivitas yang ditawarkan. wisatawan bisa mengayung kano, bisa mencoba olahraga paragliding, serta berenang atau sekedar menyusuri bibir pantai.
pemandangan dari tangga terakhir,
 in frame Lisye, foto oleh penulis
Greenbowl merupakan salah satu pantai yang terletak di sisi selatan Pulau Bali yang menawarkan keindahan yang luar biasa dan ketenangan bagi pengunjungnya. Dari pusat Kota Denpasar, waktu tempuh menuju ke Pantai ini kurang lebih selama satu jam (kalau tidak macet ya). sama seperti di Pantai Sanur dan Kuta, pantai ini dapat dinikmati secara gratis dan ini yang paling dicari oleh saya. wkwkwk. Letak pantai ini tidak jauh dari pantai pandawa. Nanti bisa dilihat plang hijau bertuliskan pantai greenbowl, nah tinggal belok kiri, sampai deh.
Sesampainya di parkiran motor kami disambut oleh segerombolan monyet yang nangkring di sepanjang tembok pembatas pura. Jangan khawatir karena monyet-monyet tersebut tidak akan mengganggu pengunjung yang datang (hanya mencuri makanan yang tertinggal di motor, wkwkwk). Setelah memarkir motor, kami langsung menuju tebing yang dibatasi tembok rendah untuk menikmati pemandangan pantai dari ketinggian (sekedar informasi, saya ke pantai ini bersama sepupu saya yang datang dari Semarang). Woowww dari ketinggian saja pemandangannya sudah luar biasa indah. Tak lupa kami mengambil beberapa gambar di sana. Setelah itu kamu segera melatih otot kami dengan menuruni 300-400an anak tangga menuju bibir pantai.  Di sepanjang perjalanan kami menemukan tulisan-tulisan yang menghimbau pengunjung untuk tidak membuang sampah sembarangan, tetapi tetap saja masih di temui sampah-sampah plastik di sisi kiri dan kanan anak tangga. memang kesadaran untuk membuang sampah pada tempatnya masih rendah bagi kita orang Indonesia, padahal alam sudah berbaik hati dengan memberikan keindahannya. Diharapkan pembaca blog saya ini lebih menghargai alam dengan tidak membuang samaph sembarangan ya :)




Setelah menempuh perjalanan kurang lebih 20 menit, pemandangan yang benar-benar memanjakan mata terhampar di depan kami. Sejauh mata memandang hanya terlihat pasir putih, gradasi warna pantai yang menghasilkan perpaduan yang sempurna, juga bebatuan putih serta lumut hijau yang menempel di bebatuan. Sepupu saya tidak henti-hentinya berdecak kagum. Tak lupa kami mengabadikan beberapa foto untuk dokumentasi pribadi dan bumbu pelengkap tulisan ini.



Hanya ada beberapa pengunjung dan pedagang asongan yang ada di pantai ini, sehingga rasanya pantai ini seperti pantai pribadi. Masing-masing sibuk dengan aktivitasnya masing-masing. Ada yang berjemur, berendam di beberapa laguna yang terbentuk secara alami, ada juga yang berselancar ria. Kami memilih untuk duduk-duduk di bibir pantai sambil menikmati deru ombak. Setelah itu kami menuju ke batas kedalaman laut. Sebagai informasi tambahan, sekitar 100 meteran dari bibir pantai airnya masih dangkal karena dipenuhi oleh batu-batu karang dan ikan-ikan yang bersembunyi di baliknya, juga ada terumbu karang cantik dan rumput laut. Semuanya itu bisa dilihat secara kasat mata karena airnya sangat jernih. Di lokasi inilah aktivitas berendam dilakukan. Kami tidak  ikutan berendam di sini karena kami harus menuju pantai berikutnya  (pantai suluban) untuk menikmati sunset dan berendam di sana. Informasi mengenai pantai ini akan diulas secara terpisah di tulisan berikutnya.
Setelah menghabiskan waktu kurang lebih 2 jam di pantai ini, kami harus menyiksa otot kami dengan menapaki kembali anak tangga tadi (baca : mendaki) dengan kemiringan 45 derajat. alhasil betis masih terasa sakit sampai sekarang.
Ular laut, foto oleh penulis

Trek perjalanan, foto oleh penulis

Monyet sedang mencuri makanan di parkiran motor, foto oleh penulis
BACA JUGA :

PESONA MATAHARI TERBENAM DAN CAFE TEPI TEBING DI PANTAI SULUBAN

Tegalalang Rice Terrace : Lanskap Alami Manifestasi Budaya Bali

Pantai Nyangnyang : Ketika Mentari Kembali ke Peraduannya

ONE DAY TOUR : ALING-ALING, KROYA, PUCUK, DAN KEMBAR

EKSOTISME LOKASI SYUTING FILM EAT PRAY LOVE, PANTAI PADANG-PADANG
Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Newer Posts
Older Posts

About me

About Me


Aenean sollicitudin, lorem quis bibendum auctor, nisi elit consequat ipsum, nec sagittis sem nibh id elit. Duis sed odio sit amet nibh vulputate.

Follow Us

Labels

air asia air terjun always be my maybe angkutan umum asiatique australia bajra sandhi bali bangkok bts budaya budaya bali bus cafe tepi tebing catatan perjalanan catatan sore CBET CBT denpasar ekowisata Ende-Lio film flores gianyar Glur Hostel Gold Coast griffith university Gunung Gunung Api Gunung Api Purba gunung kidul hostel hua hin instagramable kebun raya kuliah lapangan kuliner Long Distance Relationship love story makanan matahari terbenam maybe moda transportasi museum museum 3D negeri seribu pagoda ngglanggeran NTT nusa dua olahraga pak chong pantai pasir putih payangan perjalanan wisata pork ribs thailand review rice terrace river boat river hoping sate babi singaraja subak sunset taman kota tegalalang teman baru thailand thailand trip travel journal travel literature ubud vokasi pariwisata waerebo wisata wisata alam Yogyakarta

recent posts

Blog Archive

  • ►  2020 (5)
    • ►  July (5)
  • ►  2019 (4)
    • ►  September (1)
    • ►  June (3)
  • ▼  2017 (21)
    • ►  December (6)
    • ►  November (3)
    • ▼  October (5)
      • EKSOTISME LOKASI SYUTING FILM EAT PRAY LOVE, PANTA...
      • TERHEMPAS OMBAK TERBAKAR MATAHARI DI PANTAI DREAMLAND
      • PERTEMUAN LANGIT BIRU, LAUT BIRU BERPADU TOSKA, DA...
      • PESONA MATAHARI TERBENAM DAN CAFE TEPI TEBING DI P...
      • GREEN BOWL : PANTAI TERSEMBUNYI DI SISI SELATAN PU...
    • ►  September (7)

Popular Posts

  • ONE DAY TOUR : ALING-ALING, KROYA, PUCUK, DAN KEMBAR
    ONE DAY TOUR : ALING-ALING, KROYA, PUCUK, DAN KEMBAR Teman perjalanan saya (kiri ke kanan : K,Sarah, Saya, Ulfa, Noni), foto oleh Bli G...
  • MENGENAL LEBIH DALAM KEBUDAYAAN MASYARAKAT ENDE LIO : UPACARA PEI HOLO KAMBA DAN POTO WATU NITU PAI
    Upacara pemberkatan kerbau secara adat untuk kemudian disembelih, foto oleh penulis Hari Sabtu 24 Juni 2017 merupakan hari berse...
  • Tegalalang Rice Terrace : Lanskap Alami Manifestasi Budaya Bali
    Suasana Subak Tegalalang, foto oleh Penulis. Without agriculture tourism is nothing Itulah sepenggal kalimat yang keluar dari...

Blogger templates

Blogroll

About

FOLLOW ME @INSTAGRAM

Distributed By Protemplateslab & Created with by BeautyTemplates