Laman

  • Beranda
  • halo, I am an amateur blogger
  • Home
  • Travel
  • Life Style
    • Category
    • Category
    • Category
  • About
  • Contact
  • Download

Search This Blog

Powered by Blogger.

Report Abuse

About me

Novi Tani
View my complete profile
  • Beranda

Mengenai saya

Novi Tani
View my complete profile

Perjuangan Menuju Supermarket di Sunshine Coast, Queensland

Selama bulan September sampai dengan Oktober 2019, saya dan 24 teman lain dari beberapa daerah di Nusa Tenggara Timur memperoleh kesempatan ...

  • Beranda

Pariwisata, kebudayaan, dan perjalanan wisata

facebook google twitter tumblr instagram linkedin
Halo readers, dalam tulisan berseri saya tentang Thailand kali ini saya akan memberi review tentang beberapa jenis makanan berat yang saya coba di negeri seribu Pagoda ini. Langsung saja disimak jenis-jenis makanannya di bawah ya :)

Sate Babi



Sudah saya ceritakan di tulisan sebelumnya bahwa setibanya kami dari bandara ke hostel, kami melanjutkan aktivitas dengan santapan malam kami. Flashback dulu sedikit. Jadi setelah turun dari tangga BTS, ada ibu-ibu yang menjajakan sate-satean di pinggir jalan. "Hmmm sepertinya enak" batin saya. Dengan serta merta saya mendekati lapak sang ibu dan menanyakan harga sate itu. Sang ibu dengan sangat ramah memberitahu kalau harganya 10 Baht per tusuk. Wooww murah sekali, padahal satenya besar.
Sekedar mencoba saya membelinya satu. Sang ibu kemudian memberitahu bahwa sate yang dijualnya adalah sate babi dan menanyakan kepada saya perihal saya bisa mengkonsumsinya atau tidak. Sengan senyum mengembang saya mengatakan bila saya bukan muslim. Saya  tahu mengapa dia mengira saya muslim. Alasannya adalah karena saya diapiti oleh dua wanita hijabers. Ahh ibunya baik sekali, tidak money oriented. Coba kalau yang menjualnya orang yang money oriented, wassalamlah.

Sate Cumi
Dua meter setelah lapak sate kami menemukan lagi sebuah lapak yang menjual sate aneka jenis cumi. Woowww makanan Thailand selalu bikin ngiler. Waktu itu saya tidak mencobanya, tetapi ketika kami balik lagi dan akan berangkat ke Asiatique Nonny membelinya dua tusuk dan saya mencobanya satu potong. Enak ngets, harga kaki lima rasa bintang lima men. Selain di Bangkok malam empat hari berikutnya, saya mencobanya lagi di Hua Hin Night market ketika kami berkunjung kesana. tetapi di Hua Hin saya membeli sate cumi versi kering. Rasanya tetap enak.

Grilled Pork


Jadi santap malam kami pada malam pertama di Thailand adalah Phad Thay dan Grilled Pork buat saya. Mungkin di antara pembaca ada yang bertanya "Kok jahat? padahal kan ada dua teman muslim, kenapa makan babi?". Well saya mau meluruskan ya. Teman-teman saya berdua ini benar-benar tidak keberatan kalau saya makan babi. Malah Nonny setap kali melihat orang jualan babi, dia selalu berteriak dan menyuruh saya untuk membelinya. Kata mereka "disini kamu bebas mau makan apapun yang kamu makan, pakai pakaian apapun yang kamu suka" dan saya mendaulatkan mereka sebagai the best travel partner ever walaupun saya selalu pusing karena tiada hari tanpa berantem antara mereka dua. Hahaha. Tapi kamu jangan mengira berantem yang sampai bawa pisau dan main kaki tangan ya. Beranten versi mereka berdua adalah berdebat tentang segala sesuatu, tetapi durasinya paling lama ya lima menit. Setelah itu pasti ngikik ngakak kembali. Wkwkwk.
Okay kembali ke topik. Jadi grilled pork yang saya makan itu harganya 59 Baht atau kalau dirupiahkan harganya menjadi 24.780 dengan kurs 420 rupiah per satu Baht. Porsinya? Tidak usah ditanyakan lagi. Panjangnya setangan orang dewasa (dari pergelangan tangan sampai ujung jari tengah, lebarnya selebar jari tengan dan jari telunjuk bila disatukan. Sebagai teman grilled pork tadi disajikan pula dalam piring yang sama kentang goreng, roti bakar dan daun selada, juga mayoinase dan saos sambal. Duh nikmat Tuhan yang kau dustakan Nona? Di Indonesia mana bisa saya dapat menu selengkap itu dengan harga semurah itu?

Tom Yum


Makanan ini kami coba ketika kami berkunjung ke Pasar Chatuchak keesokan harinya. Yang menjajakannya adalah ibu-ibu muslim berkerudung, jadi aman buat Nonny dan Taya. Di sini kami satu porsi Tom Yum  seafood dengan tambahan dua porsi nasi. Harganya cukup mahal dengan porsi yang sangat besar, jadi paslah buat kami bertiga.

Rasanya benar-benar nendang di lidah saya. Rasa asam yang bersumber entah dari bahan masakan apa (bukan tomat, asam, belimbing dan jeruk nipis) membuat cita rasa baru ini begitu unik tetapi tidak aneh. Dalam satu mangkuk Tom Yum itu diisi berbagai macam seafood (ikan, udang, kerang, kepiting, dan cumi) dengan potongan yang besar dan banyak. Untuk satu porsi Tom Yum dan tambahan nasi dua porsi, juga tiga gelas minuman kami membayar 490 Baht.

Seafood Pizza


kalau di Indonesia kita hanya mengenal pizza daging, kalaupun ada yang terbuat dari seafood itu hanyalah dari ikan tuna (setahu saya sih, CMIW) di gerai pizza ternama itu. Nah di sini kita akan bertemu dengan pizza bertoping seafood lengkap. asRanya endess merundess. Mana potongan dagingnya besar-besar pula. Jadi satu pizza kita bagi bertiga karena emang harganya agak mahal (tahulah budget traveler). Kami mencoba pizza seafood ini di Chocolate Ville,  salah satu restoran pinggir sungai dengan dekorasi yang ciamik dan intagramable. Tulisan tentang tempat ini akan saya ulas dalam artikel terpisah.


Nasi Goreng


Jadi sepulang dari Chocolate Ville perut saya masih mau minta makan lagi. Tahu kan orang Indonesia, belum sah makannya kalau belum makan nasi. Wkwkwk. Nah sesampainya di hostel saya pun langsung memisahkan diri dari Nonny dan Taya dengan menyebrang jalan menuju Bangkrak Food Center. Di sana saya membeli nasi goreng di satu-satunya lapak yang masih buka karena jam sudah menunjukkan pukul 23:00 waktu setempat. Harganya 80 Baht. Saya sebenarnya masih ragu untuk membelinya karena saya merasa cukup mahal, tetapi ruang tengah saya tidak bisa diajak kompromi. Saya sempat mengajak kompromi si pemilik lapak untuk menjualnya  setengah porsi saja biar saya hanya membayar 40 Baht, tetapi mereka mengatakan mereka hanya menjualnya dalam satu porsi. Akhirnya saya pun menyerah dan membelinya.

Siapa sangka ternyata rasanya sangat endolita dengan potongan udang, kepiting dan cumi di dalamnya. Porsinya juga segede gaban. Untuk satu porsi itu saya dan Nonny memakannya bersama malam itu, tetapi belum habis juga, masih tersisa setengah porsi lagi. keesokan paginya kami memakannya lagi di bis dalam perjalanan ke Pak Chong, tetap belum habis juga. Akhirnya siang harinya saya menghabiskannya lagi sendirian. Sayang kalau dibuang karena saya penganut paham makan harus sampai habis, sampai tidak tersisa satu biji nasipun di piring karena masih banyak orang di luar sana yang hanya untuk makan saja harus mengais tong sampah.

Ayam Goreng


Paginya sebelum berangkat ke Pak Chong, kami menunggu uber di depan Robinson di ujung jalan sepanjang gang hostel. Di sana ada beberapa pedagang yang menjajakan beberapa jenis makanan. Mata saya lekat menatap sate babi, tapi sayangnya belum di bakar. Nonny dan Taya kemudian membeli ayam goreng dan saya pun ikutan membelinya. Satu potong ayam goreng diberi harga 20 Baht. Saya juga membeli satu porsi sticky rice (nasi ketan) seharga 5 Baht, yang nantinya saya habiskan di malam harinya, karena masih ada nasi goreng sisa semalam. Rasanya tetap enak walaupun sudah disimpan seharian.


Mango Sticky Rice


Makanan yang satu ini Khas Thailand banget. Kami membelinya di Pak Chong Night Market sepulang dari Palio Village. Karena sudah kenyang karena sudah banyak makan seharian itu, kami hanya membelinya satu buat bertiga seharga 60 Baht. "Soal rasa lidah gak bisa bohong" kata salah satu iklan di stasiun televisi nasional. Ya iya emang. Saya baru menemukan jawabannya kenapa makanan ini begitu hits di Indonesia dan menjadi makanan yang paling ingin dicoba wisatawan ketika berkunjung ke Thailand. nilainya 9,5 lah dari 10.


Nasi Ayam (lupa namaya, beli di Pak Chong)


Jadi di Pak Chong kami nginap semalam dan keesokan harinya setelah mengunjungi kebun bunga matahari, kami langsung menuju hostel untuk mengembalikan motor dan segera menuju Bus Stop untuk berpindah kota menuju Hua Hin. Karena tidak sempat sarapan nasi, saya dan Nonny membeli nasi ayam ala Thailand di salah satu rumah makan dekat Bus Stop. Jadi ayamnya hanya dipotong-potong tanpa bumbu. Kita dikasih juga sambal sachetan (yang dibuat sendiri oleh pemiliki rumah makan). Sambalnya itu nantinya ditabur di atas potongan ayam. Jangan takut rasanya bakalan pedas, karena disini tidak ada sambal yang pedas. Umumnya asam rasa sambalnya. rasanya endolita banget.


Pork Ribs
Add caption



Sesampainya kami di Hua Hin, tanpa mandi, tanpa cuci muka langsung menuju Hua Hin Night Market. Sebenarnya tujuan kami adalah Chichada Night Market, night market terbesar sekota Hua Hin, tapi sayangnya pasar tersebut hanya digelar pada hari Jumad, Sabtu dan Minggu. Tak mengapa karena kami sudah puas menyusuri Hua Hin Night market yang jaraknya hanya sepelemparan batu dari hostel kami. Disana saya membeli Pork Ribs seharga 50 Baht. Saya benar-benar speechless dengan rasanya. Enak banget. Saya beri nilai 9 deh dari 10. Rasanya seperti di resto-resto mewah padahal belinya di pasar. Tidak salah kalau Nonny bilang "di Tahailand makanan kaki lima rasa bintang 5".


Phad Thai


Saya mencoba Phad Thay di malam terakhir kami di Bangkok setelah meninggalkan Hua Hin, di salah satu resto halal sepulang dari Pratunam Night Market. Jadi Phad Thay ini semacam mie dikasih potongan ayam, lalu ada cabe bubuk dan kacang. Rasanya endess, tetapi sayangnya porsinya terlalu besar jadinya agak enek.


Ini dulu review saya mengenai makanan-makanan berat di Thailand. Mengenai makanan ringan dan minuman-minumannya akan saya tulis di postingan berikutnya.

PS : Ada beberapa makanan yang tidak sempat di foto karena rasa lapar lebih besar dari keinginan untuk mengabadikannya dalam bentuk gambar. Lol :D

Foto oleh Nonny, Taya, dan Novi



Baca juga :

Thailand Trip -- Mekong River Hoping Ala Ala

Thailand Trip -- Glur Hostel : Instagramable Spot in the Center of Bangkok City

Thailand Trip -- Pengalaman Naik Angkutan Umum di Thailand

Thailand Trip -- Ketika kaki mencumbui Daratan Negeri Seribu Pagoda

Thailand Trip -- Dari Mobil sampai Pesawat : Pengalaman Buruk Dalam Sehari
Share
Tweet
Pin
Share
No comments


Asiatique view from boat, foto oleh Taya

Selesai mandi dan siap-siap, saya segera menuju lantai dua ke kamar Taya dan Nonny. Saya mengetuk pintu kamar mereka, dan langsung disambut sahutan Nonny bahwa Taya masih sholat. Biar tidak bengong depan kamar mereka, saya pun memberi tahu Nonny kalau saya menunggu mereka di front office. Saya kemudian bergegas ke bawah. Sekitar tujuh menitan menunggu dan tidak ada tanda-tanda bahwa mereka ada turun (mungkin gantian Nonny yang sholat), saya pun mengirim pesan bahwa saya ke depan hostel sebentar, nanti kalau sudah selesai sholatnya dan mau turun ke bawah, saya minta mereka untuk mengabari saya. 
Boat gratisan, foto oleh Taya

Kebetulan malam itu di depan hostel digelar night market yang menjual berbagai macam kebutuhan sandang. Saat saya ke depan teryata mereka turun, dan terjadilah adegan saling mencari. Selang dua menitan saya memeriksa HP dan melihat ada chat dari Taya yang menanyakan saya ada dimana. Saya kemudian menuju depan hostel dan melambaikan tangan ke depan mereka berdua dari seberang jalan.
Tidak ingin membuang-buang waktu, kami pun segera menuju Bangkrak Food Center untuk membeli makan. Sumpah perut kami benar-benar keroncongan saat itu. Hari itu saya hanya sarapan nasi di jam 8 pagi sebelum menuju bandara. 
Tidak lupa bernarsis ria di depan Asiatique, foto oleh Nonny

Saat berada di pesawat, yang notabene sudah saatnya untuk makan siang, kami benar-benar lapar, apalagi saat mencium aroma kari ayam dari beberapa penumpang yang telah memesan makan siang. Sebagai informasi Low Cost Carrier seperti Air Asia tidak menyediakan makan siang bahkan snack untuk penumpang, padahal saat itu penerbangan menuju Bangkok memakan waktu 4 jam. ingin rasanya kami memesan makanan lewat pramugari yang lalu lalang mengantarakan makanan kepada beberapa penumpang tadi, tetapi harga makanan itu terlalu mahal buat kantong budget traveler seperti kami.
Waktunya ibu ketua panitia bernarsis, foto oleh Nonny

Setelah menunda makan selama beberapa jam, akhirnya sekitar jam 7 malam itu kamipun mengisi ruang tengah kami dengan dua porsi Phad Thay untuk Taya dan Nonny, juga satu porsi Grilled Pork untuk saya. Rasanya nikmat tak terhingga. Lambung seakan berjingkrak-jingkrak saking bahagianya diberi energi lagi setelah beberapa saat vakum. Betapa susahnya kami mencari minum di sela-sela makan itu. Kami trpaksa membeli es kelapa di pinggir jalan sekitar food center itu.
Setelah lambung kami terisi penuh kami segera bergegas menuju pelabuhan river boat tujuan Asiatique dengan berjalan kaki. Desi yang sudah duluan kesana memberi tahu kami bahwa boat menuju Asiatique tidak dikenakan biaya alias GERATISTISTIS. ahhh suka kalilah mendengar kata ajaib itu.
Penampakan kafe dan resto tepi sungai, foto oleh Taya

Di sana kami mengantri di dua barisan panjang sekitar dua meter masing-masingnya. Beberapa saat kemudian boat yang akan mengangkut kami menuju Asiatique menampakkan dirinya. Kami pun segera menaikinya. Kami memilih kursi di pinggir biar bisa dengan leluasa menikmati hingar bingar kota metropolitan dari atas Sungai Mekong yang fenomenal ini. Tak lupa pula kami mengabadikan beberapa gambar sebagai kenang-kenangan. Berasa lagi melakukan river hoping. Lol. Sungguh kami merasakan suasana yang berbeda, apalagi ditambah dengan bahasa-bahasa planet yang kami dengar di samping kami. Setelah membelah sungai mekong selama kurang lebih 7 menit, kami pun akhirnya tiba di tempat tujuan kami.
Menteri keuangan berpose manjah ala Syahrono di depan salah satu boutique di Asiatique, foto oleh Taya

Sebelumnya saya menebak Asiatique ada sejenis mall, tetapi dugaan saya melenceng jauh. Tempat ini lebih seperti pasar malam tetapi dengan konsep yang lebih mewah dan elegan. Beberapa restoran dan kafe berdiri di pinggir sungai, sehingga pelanggannya bisa menikmati santap malam atau sekedar ngopi dengan view Sungai Mekong juga lampu-lampu yang bertebaran di sekitarnya. Di bagian dalamnya juga ada beberapa lapak yang menjual kebutungan pangan sampai sandang. Tempatnya sangat tertata rapi. tidak ada pedagang yang memanggil-manggil pengunjung untuk membeli barang dagangannya, seperti di beberapa tempat di Indonesia. 
Suasana Pasar 1, foto oleh Taya

Saya suka tempatnya. Fasilitasnya pun sangat lengkap, mulai dari toilet yang super bersih, sampai money changer ada di sana. Di sana juga terdapat bianglala yang bisa dipakai untuk bermain dengan biaya sekitar 80 ribu per orang per sekali main. Kami tidak sempat bermain di bianglala bertuliskan mekong itu karena selain tidak ramah bagi kantong budget traveler seperti kami, saya tidak berani bermain api dengannya. Kelihatannya sangat menakutkan. Kami hanya sekedar berfoto-foto di depan salah satu ikon kota Bangkok tersebut. 
Suasana pasar 2, foto oleh Taya
Kekitar jam 10 kami segera merapat ke pelabuhan river boat untuk kembali ke hostel. Sebelum ke hostel kami ke seven eleven dulu untuk membeli minum. Awalnya hanya berniat untuk membeli minum botolan, tetapi ketika sampai di TKP kami menemukan nestle galon dengan harga yang lebih murah jika dikalkulasikan dengan hitungan liter dalam setiap botolnya. Kamipun segera memboyong satu liter nestle galon tersebut ke hostel untuk teman makan kami keesokan harinya sampai membawanya ke Pak Chong dua hari berikutnya. Lol. Dasar budget traveler ya.
Narsis cantik depan salah satu ikon Kota Bangkok, foto oleh Nonny

Baca juga :

Thailand Trip -- Surga bagi Pecinta Kuliner

Thailand Trip -- Glur Hostel : Instagramable Spot in the Center of Bangkok City

Thailand Trip -- Pengalaman Naik Angkutan Umum di Thailand

Thailand Trip -- Ketika kaki mencumbui Daratan Negeri Seribu Pagoda

Thailand Trip -- Dari Mobil sampai Pesawat : Pengalaman Buruk Dalam Sehari



  


Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Front Office Hostel, foto oleh Taya

Meninggalkan stasiun BTS Saphan Taksin, kami menyusuri jalanan menuju tempat bermalam kami, Glur Hostel, yang terletak persis di depan Bangkrak Food Center. Dalam bayangan saya bagian depan hostelnya akan kelihatan seperti tempat penginapan umumnya yang memiliki tempat parkir luas, juga pelataran yang besar. Saya hampir  kebablasan, syukur Taya, si pemegang kartu internet bersama, yang saat itu sedang membuka aplikasi google maps bilang kalau hostel kami sudah di depan mata. Saya segera cikar kanan vayar kondias bale pulang kayak lagu Balada Pelautnya Tantowi Yahya. wkwkwk.
Glur Hostel, tampak depan, foto oleh Taya

Di depan hostel ada semacam kafe outdoor sehingga membuat saya mengira bangunan itu merupakan kafe di luar dan dalammnya. Ternyata dugaan saya salah. Ketika mendengar kami berceracau dalam bahasa Indonesia, salah satu karyawan Glur Hostel yang sedang menunggu pelanggan di kafe depan hostel menyapa kami dalam Bahasa Indonesia. Kami pun kaget, kok ada orang Thailand yang bisa berbahasa Indonesia sefasih itu.
Kami pun membahasnya di dalam kamar beberapa saat kemudian. Setelah diselidiki keesokan harinya ternyata di adalah seorang mahasiswa semester 7 yang bekerja paruh waktu di hostel ini. Data mengenai hasil wawancara dengan si mahasiswa ketjeh ini akan saya bahas  secara eksklusif di tulisan edisi khusus tentangnya.
Ketika memasuki bangunannya, kami terpanah dengan desain front office sekaligus kafe indoor mini yang sangat intagramable. Saya kagum dengan penataan front office hostel ini. Ruangan yang hanya berukuran sekitar 3*4,5 meter ini bisa mereka sulap menjadi ruangan yang apik dan berfungsi ganda. 
Kami kemudian melakukan check in dan diarahkan untuk menuju ke lantai 4 dan 2, letak kamar kami.
Ruangan intagramable 1, foto oleh Taya

Jadi di hostel ini kami terpisah kamar biar lebih hemat. karena Taya dan Nonny adalah dua hijabers dan tidak boleh membuka hijab mereka di depan orang yang bukan mukhrim, mereka memiliki dorm khusus cewek yang berisi delapan tempat tidur tingkat, sedangkan saya di dorm campuran cowok cewek yang harganya lebih murah lagi.
Sebenarnya kami berniat untuk menginap di kamar yang sama tetapi di kamar khusus cewek harganya lebi mahal tetapi bisa lebih murah jika satu bed diisi berdua (bisa menghemat setengah harga, 120an ribu buat berdua), sedangkan di mix dorm harga per malamnya 87 ribu dan setiap tempat tidunya hanya boleh diisi satu orang, yang menurut asumsi saya untuk menghindari aktivitas seksual yang bisa mengganggu tamu lain. Bayangkan kalau kami paksakan buat tidur di dorm cewek, kami harus membayar 240 ribu buat bertiga. Hemat 33 ribu per malam buat bertiga.
Sebagai informasi, supaya adil kami membagi rata semua pengeluaran yang ganjil-ganjil seperti itu. Sama halnya dengan biaya sewa motor di Pak Chong, untuk dua motor kami bagi bertiga.
Ruangan instagramable 2, foto oleh Nonny

Oh iya di hostel ini kalian tidak perlu membawa alat mandi (sabun, shampo, dan handuk) karena semuanya telah disediakan oleh pihak hostel. Selain itu, hal yang biasanya harus dipersiapkan oleh seseorang ketika akan berangkat ke luar negeri adalah kabel colok tiga agar bisa mengisi daya baterai HP, kamera, ataupun alat-alat elektronik lainnya. Jika kamu menginap di hostel ini, juga tiga hostel lainnya tempat kami nginap di malam-malam berikutnya, kamu tidak perlu membawa colokan tiga tersebut karena pihak hostel telah menyediakaanya (mungkin sebagian besar pelanggannya orang Indonesia).
yang paling saya suka dari hostel ini adalah kasurnya yang super empuk dan selimutnya yang tebal dan dingin. saya yakin kamu langsung bertidur ketika bersentuhan dengan surga dunia tersebut. dari semua hostel yang kami nginap di Thailand, saya paling suka kasur dan selimut di hostel ini. Favorit sekali.
Ruangan instagramable part 3, foto oleh Taya

Ada sarapan gratis yang disediakan hostel ini setiap paginya. Bayangkan kamu hanya membayar 87 ribu per malam dan memperoleh jatah sarapan gratis juga. Enak kan? Wkwkwk.
Sarapan gratisnya berupa nasi goreng dengan ayam kotak-kotak kecil seperti potongan acar. Sarapannya baru tersedia pada pukul 08:30, tetapi kalau kamu mau bepergian lebih awal dari jam itu, kamu bisa meminta ke resepsionis breakfast boxnya dan menginformasikan kepada mereka bahwa kamu aka keluar dari hostel jam sekian, tetapi kamu harus menyimpan baik-baik voucher makan yang telah dikasih saat kamu melakukan check in. Waktu itu voucher kami hilang dan jatah sarapan kami terbuang percuma. Selain sarapan nasi, kamu juga bisa minum kopi sepuasnya.
Sarapan gratis, foto oleh Taya

Di hostel ini saya bertemu dua cowok traveler keren asal Venezuela. Kami mengobrol beberapa saat ketika saya membongkar tas untuk mengeluarkan pakaian dan alat mandi. Mereka memiliki misi untuk menjelajahi negara-negara ASEAN dalam enam bulan ke depan. Perjalanan mereka dimulai dari Thailand dan terakhir mereka akan menjelajahi Indonesia pada Bulan April nanti. Di Indonesia mereka akan mendarat pertama kali di Bali, lalu ke Sulawesi, dan juga Labuan Bajo. Tidak lupa saya mempromosikan Danau Kelimutu, dan suprisingly mereka tahu keberadaan dan fenonema langka danau tiga warna tersebut dan berniat mengunjunginya. Syukurlah.

Baca Juga :

Thailand Trip -- Surga bagi Pecinta Kuliner

Thailand Trip -- Mekong River Hoping Ala Ala

Thailand Trip -- Pengalaman Naik Angkutan Umum di Thailand

Thailand Trip : Ketika kaki mencumbui Daratan Negeri Seribu Pagoda

Thailand Trip -- Dari Mobil sampai Pesawat : Pengalaman Buruk Dalam Sehari



Share
Tweet
Pin
Share
No comments


Angkutan Kota (ini foto bis lainnya, jurusan Sai Tai Mai--Phaya Thai, bukan dari bandara). dari bandara bis nomor A1, foto oleh Taya
Dalam beberapa tahun terakhir, wisatawan yang berkunjung ke negara-negara berkembang, khususnya negara-negara ASEAN mengalami trend peningkatan, tidak terkecuali ke Indonesia dan Thailand. Dikutip dari penyataan menteri pariwisata, Arief Yahya pada travel.kompas.com, wisatawan mancanegara (wisman) yang berkunjung ke Indonesia pada periode bulan Januari sampai Oktober 2016 berjumlah 9.403.614 wisman, sedangkan pada periode yang sama ada 27.076.308 wisman berkunjung ke Thailand. Usut punya usut ternyata tata kelola juga infrastruktur Thailand yang bagus merupakan salah satu hal yang mempengaruhi tingginya jumlah wisatawan di negari seribu pagoda tersebut.
Saya lalu bertanya kembali ke diri saya sendiri “masa hanya karena infrastruktur yang bagus, Thailand bisa mengalahkan Indonesia yang alam dan budayanya begitu kaya?”pertanyaan ini semakin berkecamuk ketika saya bertemu dengan salah satu solo traveler asal China saat menikmati matahari terbenam di PantaiSuluban dua bulan lalu. Rita Qi namanya. Ketika ditanyai pendapatnya mengenai perbandingan antara alam Indonesia dan Thailand, tanpa ragu dia mengatakan bahwa alam Indonesia jauh lebih Indah. Lalu mengapa orang mau mengunjungi Thailand?
Mesin kasir ajaib (abaikan muka lelah Nonny), foto oleh Taya.
Sejak saat itu terbersit dalam pikiran saya untuk mengunjungi Thailand suatu saat nanti. Ya negara ini masuk dalam daftar negara yang harus saya kunjungi paling tidak sekali seumur hidup saya. Ketika keluar dari pintu bandara (baca kisah perjalanan kami dari Ngurah Rai ke Don Mueang disini), kami disambut oleh angkutan umum berwarna kuning di pelataran bandara. Mengenai angkutan-angkutan umum di Thailand sudah dicari tahu informasinya oleh Taya melalui internet berminggu-minggu sebelum keberangkatan, sehingga Taya patut kami daulatkan sebagai ketua panitia dalam perjalanan dengan tema “happy traveling” yang hanya tersisa tiga anggota ini.
Tempat pembelian tiket BTS
Kami segera berlari menuju angkutan ini dan mencari tempat duduk di belakang si pengemudi. Setelah 5 menit “ngetem” bis pun melaju membelah jalanan kota Bangkok. Sang kondektur atau “kenek” bahasa gaul anak Jekerdahh, yang merupakan seorang perempuan (setelah beberapa kali bolak balik naik bus di Kota Bangkok, kami baru menyadari bahwa memang rata-rata kenek di Thailand adalah perempuan) kemudian menagih biaya tumpangan sebesar 30 Baht per orang. Kami terpanah ketika kondektur ini begitu cekatan menerima uang yang kami bayar dan melipatnya dalam mesin kasir sederhana yang berbentuk seperti kaleng, yang saya sendiri tidak mengerti bagaimana caranya. Karena itu, setiap kali naik bus angkutan kota adegan itu merupakan tontonan menarik yang tidak pernah mau saya lewatkan.
Mengisi Koin
Setelah kurang lebih tiga puluh menitan naik bus, kami diturunkan di Mochit untuk berganti moda transportasi lain, yakni BTS. BTS ini adalah sejenis kereta yang bisa dikatakan rajanya angkutan umum Bangkok karena trek yang dilaluinya terletak lebih tinggi juga paling nyaman dibandingkan dengan moda transportasi lainnya (sejauh pengamatan kami). Untuk menumpang BTS, kita harus membeli tiket terlebih dahulu. Harga tiket per orang sebesar 44 Baht. Sistem pembayarannya sangat bagus. Pelanggan harus mengantri terlebih dahulu di trek yang sudah disediakan, kemudian dikasih kartu untuk melewati pagar besi yang sengaja dikunci. 
Pagar besi atau entahlah apa namanya.
Cara kedua adalah pelanggan dikasih koin setelah membayar kemudian koin tersebut diisi ke dalam lubang yang telah disediakan sesuai dengan jumlah yang diminta, lalu kartunya akan keluar secara otomatis. Kartu tersebut dimasukkan ke dalam lubang di depan pagar besi. Setelah pagar besi terbuka pelanggan harus mengambil kembali kartu tadi untuk kemudian dipakai lagi untuk keluar dari stasiun BTS ketika sudah sampai di tempat tujuan. Selang beberapa menit menunggu keretanya datang dan kami segera menaikinya. 
Suasana BTS saat sepi
Sore itu kereta sangat padat, mungkin karena penduduk Bangkok yang baru pulang kantor, sehingga kami harus berdiri. Tak mengapa karena kami tetap merasa nyaman. Dengan kecepatan tinggi, juga tanpa ada hambatan di jalanan, alhasil waktu tempuhnya relatif singkat. Setelah satu kali berganti kereta di stasiun Siam (masih dengan kartu yang sama) tibalah kami di tempat tujuan kami, stasiun Saphan Taksin.
kartu ajaib lengkap dengan segala rutenya


Dari cerita panjang lebar di atas, saya hanya mau mengatakan bahwa moda transportasi di Bangkok sangatlah membuat turis nyaman. Andaikan di Indonesia diterapkan sistem seperti itu, saya sangat yakin wisatawan akan sangat nyaman berkunjung ke Indonesia, sehingga bisa memacu pertumbuhan wisatawan melalui promosi Word Of Mouth (WOM) yang paling ampuh itu, juga melalui kunjungan berulang.
Rel kereta BTS di belakang kami


Baca juga :
Thailand Trip -- Surga bagi Pecinta Kuliner
Thailand Trip -- Mekong River Hoping Ala Ala
Thailand Trip -- Glur Hostel : Instagramable Spot in the Center of Bangkok City
Thailand Trip -- Dari Mobil sampai Pesawat : Pengalaman Buruk Dalam Sehari

Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Setelah dua kali reschedule penerbangan akhirnya hari itu, jumat, 1 desember 2017 kami dijinkan oleh yang di atas untuk meninggalkan Bali selama 6 hari. Sebelum berangkat kami masih harap-harap cemas, khawatir jika penerbangan dibatalkan lagi. Untuk mengantisipasi hal itu, kami belum mau membooking hostel karena kami uang hostel kami sudah hangus 300 ribu akibat penerbangan yang batal itu. Kami baru membooking hostel setelah roda pesawat mencumbui daratan negeri yang pernah dipimpin oleh raja yang sangat dicintai rakyatnya itu.
Setelah si raja udara lamat-lamat mengepakkan sayap meninggalkan kota seribu pura, diikuti goncangan-goncangan kecil ketika si burung besi menerobos awan menuju zona nyamannya, rasa takut mulai menghantui saya. Jujur, walaupun sudah berulang kali naik pesawat, saya selalu takut ketika pesawat mengalami turbulensi, apalagi baru terjadi erupsi dan bandara baru dibuka kembali setelah beberapa hari ditutup. Sungguh pikiran liar sudah menghantui otak saya, seakan-akan sayaa akan menamatkan riwayat hidup saya saat itu. Ahh sungguh imajinasi yang berlebihan.
mengudara, foto oleh Nonny

Selang beberapa waktu setelah guncangan yang membuat jantung seakan berhenti berdetak itu, saya menuju buritan untuk menunaikan panggilan wajib “setor bensin”. Saya kemudian bertanya ke pramugari dimana letak kamar mandi. Saya mengira pramugarinya orang Indonesia sehingga dengan tanpa beban saya menanyakannya dalam bahasa Indonesia. Si mbak kemudian menunjukkan muka bingung, tetapi saya masih belum “ngeh” juga. Setelah beberapa saat saya berpikir kenapa si mbak pramugari tiba-tiba bego, saya akhirnya saya “ngeh” juga. Saya kemudian menanyakan keberadaan tempat favorit saya ini dalam bahasa inggris, dan dengan senyum sapa manjah a la mimi peri, dia menunjukkan kepada saya tempat itu.
Setelah adegan itu, saya masih beberapa kali bolak-balik ke tempat keramat itu. Jam di handphone menunjukkan pukul 4 pm waktu Bali. Hal itu menunjukkan bahwa kami sudah mengudara selama 4 jam, kini tiba waktunya kami mendarat.
Yeahhhhh Thailand. Setelah si penguasa udara menghentikan manuvernya secara sempurna di atas pacuan, dilanjutkan dengan menapaki badan pesawat dan tangga, akhirnya kaki kami melumat tanah seribu pagoda. Ingin rasanya menitikkan air mata tetapi air mata saya sangat jual mahal, jadinya ya cuma senyam-senyum tidak jelas.
Dalam perjalanan menuju imigrasi untuk menyelesaikan segala urusan cap mencap, mata kami terpaku pada tulisan “Suvarnabhumi the pride of Thailand” dan didukung oleh gambar bandara baru untuk full service airlines. Apalah kami yang hanya bisa terbang dengan Low Cost Carrier Airlines ini. Pantasan setelah turun dari pesawat kami tak henti-hentinya mengomentari keadaan bandara ini, yang jauh dari kata modern. Maaf kalau mau dibilang bandara ini mirip gedung tua bekas pabrik. Kesannya tidak terawat. Ternyata bandara ini khusus diperuntukkan bagi budget traveller seperti kami. Yasudahlah yang penting bisa melihat dunia luar biar tidak dibilang katak dalam tempurung.
Menyusuri lorong bandara kami menemukan money exchange. Iseng kami menanyakan ratenya dan ternyata harga rupiah sangat rendah sodara-sodara. Satu baht (mata uang Thailand) dihargai 800an rupiah (lupa harga pastinya), padahal harga tukar  di Indonesia 420 rupiah per satu baht. Jauh sekali kan? Saya sarankan kalau mau ke Thailand atau ke negara manapun, terlebih dahulu belilah mata uang negara tujuan kamu, karena selain harganya yang sangat jatuh, terkadang negara tujuan kamu tidak menyediakan rupiah.
Menuntaskan keisengan, foto oleh Taya

Setelah mekhatamkan keisengan kami, kami segera menuju bagian imigrasi. Antrian mengular di sana sudah menunggu kami. Kami pun berbaris untuk menggenapi garis panjang itu. Sambil menunggu kami berniat mengambil beberapa gambar untuk update instagram juga sebagai kenang-kenangan, ternyata tidak diperbolehkan mengambil gambar di bagian imigrasi. Taya kaget ketika tiba-tiba salah seorang petugas bandara, seorang cewek cantik berwajah oriental menepuk pundaknya sambil berceracau dalam bahasa Thai. Sama seperti adegan saya ke kamar mandi di pesawat, diapun memasang tampang bingung. Selang beberapa detik baru dia “ngeh” ternyata maksudnya tidak boleh mengambil foto. Jadi kalau ke Thailand harus belajar bahasa tubuh juga, karena mereka sangat payah berbahasa inggris.
Kami lalu menertawakan kebodohan kami sambil melanjutkan baris-berbaris yang tak kunjung usai itu. Setelah menyiksa kaki selama kurang lebih 45 menit, kami baru menyadari bahwa ada antrian yang lebih pendek “ASEAN Lane” khusus untuk wisatawan dari negara-negara ASEAN. Kami segera memasang aba-aba untuk berpindah ke barisan yang panjangnya hanya dua meter itu, eh ternyata kami tidak diperbolehkan untuk mengekor di barisan itu. Katanya sudah penuh kuotanya. Entahlah apa motif si petugas itu. Kami terpkasa harus mengantre kembali dalam barisan panjang nan membosankan itu. Setelah 30 menit setelah adegan dilarang masuk barisan ASEAN, kami akhirnya menyelesaikan urusan di bagian imigrasi.
ASEAN Lane yang terlambat menampakkan wajahnya, foto oleh Taya

Yeahh kami bebas. Menapaki anak tangga menuju pintu keluar, kami menemukan konter yang menjual berbagai paket kartu data untuk wisatawan, kamipun membeli satu untuk bertiga demi menekan pengeluaran. Kami sangat beruntung hari itu karena begitu keluar dari pintu bandara, bus kota nomor A1 menuju Mochit sudah nangkring di depan bandara. Kami kemudian menaikinya dan segera melaju menuju stasiun BTS (Bangkok Mass Transit System) Mochit, lalu berganti moda transportasi skytrain, lalu berjalan kaki kurang lebih 300 meter menuju hostel, tempat kami dua menginap selama dua hari ke depan.

Baca juga :
Thailand Trip -- Surga bagi Pecinta Kuliner
Thailand Trip -- Mekong River Hoping Ala Ala
Thailand Trip -- Pengalaman Naik Angkutan Umum di Thailand
Thailand Trip -- Dari Mobil sampai Pesawat : Pengalaman Buruk Dalam Sehari
Thailand Trip -- Glur Hostel : Instagramable Spot in the Center of Bangkok City





Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Antusiasme tiga darah 24, foto oleh Ulfa
Malam Itu kami begitu bersemangat. Segala barang dan informasi yang sekiranya kami perlukan disana telah kami siapkan. Obrolan panjang tentang perjalanan besok di grup whatsApp begitu hangat. Kami akan berangkat berempat, tiga dari Denpasar (saya, Taya, dan Noni) dan satu dari Jakarta (Desi).
Malam itu juga Bli Angga berkunjung ke kosan untuk mengantar kamera yang akan kami sewa empat hari ke depan. Kami begitu antusias bercerita tentang apa saja yang akan kami lakukan di sana. Dengan waktu tidur yang hanya tiga jam saya begitu bersemangat bangun pagi-pagi keesokan harinya dan segera bersiap menuju bandara.
Jam 5 pagi kami bertolak dari kosan. Nonny memesan gokar dan drama Bapak gokar pun terjadi. Si Bapak sangat sulit menemukan alamat kami, padahal biasanya kami memesan taksi pakai aplikasi juga Bapak-bapak taksi onlinenya tidak sulit menemukan alamat kami. Si Nonny bolak-balik menelepon Bapaknya karena di aplikasi kami mendapati bapaknya hanya berkutat gang di depan jalan waturenggong sampai ke pertigaan sebelum belok kiri ke kosan. Kesal karena kelamaan, kami pun berniat untuk membatalkan pemesanan kami, namun hati kecil kami masih memiliki rasa iba karena bapaknya sudah dekat dengan tempat kami.
Tak lama berselang, setelah telepon terakhir Nonny, kami melihat Bapaknya di pertigaan. Kami lalu mengintruksikan Bapaknya untuk berbelok ke kiri. Kami pun lega. Kami mengira bahwa drama itu sudah berakhir, eh ternyata masih ada kelanjutannya saudara-saudara. Setelah kami naik ke mobil, si bapak tadi mengatakan kalau mobilnya tidak bisa mengantret jika menjemput2 kami di depan kosan. Sumpah bapaknya kebangetan lebaynya. Biasanya juga sopir lain bisa menjemput sampai depan kosan, bahkan sampai masuk ke dalam pagar. Jadi sebenarnya dia menyuruh kami untuk berjalan kaki ke pertigaan.
Bapaknya kemudian ngambek. Kami telah memintanya untuk mempercepat laju mobil karena kami sudah agak terlambat, tetapi Bapaknya malah pelan-pelan jalannya. Sumpah kami dongkol setengah mati sama Bapaknya. Alhasill kami pun hanya memberikan dua dari lima bintang untuk si Bapak, yang artinya buruk. Mampuslah.
Kesialan kami ternyata tidak berhenti di sittu. Sesampainya di Bandara kami berbaris di antrian check in yang telah mengular, saking banyaknya penerbangan hari itu. Sambil mengantri kami pun mengontak teman kami di jakarta untuk segera ke bandara, dan ternyata dua sudah di bandara juga, padahal penerbangannya sejam lebih lambat dari penerbangan kami. Antusiasme anak yang akan ke luar negeri sangat berlebihan sodara-sodara. Ya itulah kami 4 anak gadis usia 24 tahun. Darah muda dengan rasa penasaran yang tinggi telah menghantui kami. 
Suasana Bandara pagi itu.
Tidak terbersit sedikitpun dalam benak kamu bahwa kami ditakdirkan untuk menjelajahi setiap sudut negeri seribu pagoda dalam dua kelompok yang berbeda. Hal ini sangat tidak adil buat Desi karena di kelompoknya hanya dialah satu-satunya anggotanya. Syukurnya si Desi orangnya berani dan super aktif jadinya baik-baik saja dia disana sendirian sampai pulang kembali ke Jakarta.
Lutut kami begitu lemas ketika di kabarkan oleh si Mas hitam manis tinggi kurus, petugas check in  bahwa penerbangan kami ditunda oleh karena abu gunung agung yang baru saja menyemburkan lahar panas dengan ganasnya. Okay, kami tahu bahwa pemilik daratan tertinggi Pulau Bali baru saja mengamuk, tetapi kami tidak menyangka bahwa efeknya penerbangan kami akan ditunda. 
Syukurnya si mas menginformasikan bahwa kami bisa menjadwalkan ulang penerbangan kami. Dia lalu menanyakan kapan kami mau mengganti jadwal terbang kami. Dengan lantang kami menjawab kami mau terbang besok. Eh ternyata besoknya penerbangan dibatalkan lagi, karena kondisi terkini tidak memungkinkan untuk melakukan penerbangan. Kami lalu harus ke kantor Air Asia yang jarakya lumayan jauh dari kosan untuk menjadwalkan ulang penerbangan kami. Akhirnya setelah tertunda 4 hari, kamipun bisa terbang ke negeri impian kami. Terimakasih Tuhan.

Adakah di antara teman-teman yang punya pengalaman serupa dengan kami? Kalau ada ceritakan di kolom komentar ya.

Danke🙏🙏🙏

Baca juga :

Thailand Trip -- Surga bagi Pecinta Kuliner

Thailand Trip -- Mekong River Hoping Ala Ala

Thailand Trip : Ketika kaki mencumbui Daratan Negeri Seribu Pagoda 

Thailand Trip -- Glur Hostel : Instagramable Spot in the Center of Bangkok City
Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Newer Posts
Older Posts

About me

About Me


Aenean sollicitudin, lorem quis bibendum auctor, nisi elit consequat ipsum, nec sagittis sem nibh id elit. Duis sed odio sit amet nibh vulputate.

Follow Us

Labels

air asia air terjun always be my maybe angkutan umum asiatique australia bajra sandhi bali bangkok bts budaya budaya bali bus cafe tepi tebing catatan perjalanan catatan sore CBET CBT denpasar ekowisata Ende-Lio film flores gianyar Glur Hostel Gold Coast griffith university Gunung Gunung Api Gunung Api Purba gunung kidul hostel hua hin instagramable kebun raya kuliah lapangan kuliner Long Distance Relationship love story makanan matahari terbenam maybe moda transportasi museum museum 3D negeri seribu pagoda ngglanggeran NTT nusa dua olahraga pak chong pantai pasir putih payangan perjalanan wisata pork ribs thailand review rice terrace river boat river hoping sate babi singaraja subak sunset taman kota tegalalang teman baru thailand thailand trip travel journal travel literature ubud vokasi pariwisata waerebo wisata wisata alam Yogyakarta

recent posts

Blog Archive

  • ►  2020 (5)
    • ►  July (5)
  • ►  2019 (4)
    • ►  September (1)
    • ►  June (3)
  • ▼  2017 (21)
    • ▼  December (6)
      • Thailand Trip -- Surga bagi Pecinta Kuliner
      • Thailand Trip -- Mekong River Hoping Ala Ala
      • Thailand Trip -- Glur Hostel : Instagramable Spot ...
      • Thailand Trip -- Pengalaman Naik Angkutan Umum di ...
      • Thailand Trip -- Ketika kaki mencumbui Daratan Neg...
      • Thailand Trip -- Dari Mobil sampai Pesawat : Penga...
    • ►  November (3)
    • ►  October (5)
    • ►  September (7)

Popular Posts

  • ONE DAY TOUR : ALING-ALING, KROYA, PUCUK, DAN KEMBAR
    ONE DAY TOUR : ALING-ALING, KROYA, PUCUK, DAN KEMBAR Teman perjalanan saya (kiri ke kanan : K,Sarah, Saya, Ulfa, Noni), foto oleh Bli G...
  • MENGENAL LEBIH DALAM KEBUDAYAAN MASYARAKAT ENDE LIO : UPACARA PEI HOLO KAMBA DAN POTO WATU NITU PAI
    Upacara pemberkatan kerbau secara adat untuk kemudian disembelih, foto oleh penulis Hari Sabtu 24 Juni 2017 merupakan hari berse...
  • Tegalalang Rice Terrace : Lanskap Alami Manifestasi Budaya Bali
    Suasana Subak Tegalalang, foto oleh Penulis. Without agriculture tourism is nothing Itulah sepenggal kalimat yang keluar dari...

Blogger templates

Blogroll

About

FOLLOW ME @INSTAGRAM

Distributed By Protemplateslab & Created with by BeautyTemplates