Thailand Trip -- Dari Mobil sampai Pesawat : Pengalaman Buruk Dalam Sehari

by - December 06, 2017

Antusiasme tiga darah 24, foto oleh Ulfa
Malam Itu kami begitu bersemangat. Segala barang dan informasi yang sekiranya kami perlukan disana telah kami siapkan. Obrolan panjang tentang perjalanan besok di grup whatsApp begitu hangat. Kami akan berangkat berempat, tiga dari Denpasar (saya, Taya, dan Noni) dan satu dari Jakarta (Desi).
Malam itu juga Bli Angga berkunjung ke kosan untuk mengantar kamera yang akan kami sewa empat hari ke depan. Kami begitu antusias bercerita tentang apa saja yang akan kami lakukan di sana. Dengan waktu tidur yang hanya tiga jam saya begitu bersemangat bangun pagi-pagi keesokan harinya dan segera bersiap menuju bandara.
Jam 5 pagi kami bertolak dari kosan. Nonny memesan gokar dan drama Bapak gokar pun terjadi. Si Bapak sangat sulit menemukan alamat kami, padahal biasanya kami memesan taksi pakai aplikasi juga Bapak-bapak taksi onlinenya tidak sulit menemukan alamat kami. Si Nonny bolak-balik menelepon Bapaknya karena di aplikasi kami mendapati bapaknya hanya berkutat gang di depan jalan waturenggong sampai ke pertigaan sebelum belok kiri ke kosan. Kesal karena kelamaan, kami pun berniat untuk membatalkan pemesanan kami, namun hati kecil kami masih memiliki rasa iba karena bapaknya sudah dekat dengan tempat kami.
Tak lama berselang, setelah telepon terakhir Nonny, kami melihat Bapaknya di pertigaan. Kami lalu mengintruksikan Bapaknya untuk berbelok ke kiri. Kami pun lega. Kami mengira bahwa drama itu sudah berakhir, eh ternyata masih ada kelanjutannya saudara-saudara. Setelah kami naik ke mobil, si bapak tadi mengatakan kalau mobilnya tidak bisa mengantret jika menjemput2 kami di depan kosan. Sumpah bapaknya kebangetan lebaynya. Biasanya juga sopir lain bisa menjemput sampai depan kosan, bahkan sampai masuk ke dalam pagar. Jadi sebenarnya dia menyuruh kami untuk berjalan kaki ke pertigaan.
Bapaknya kemudian ngambek. Kami telah memintanya untuk mempercepat laju mobil karena kami sudah agak terlambat, tetapi Bapaknya malah pelan-pelan jalannya. Sumpah kami dongkol setengah mati sama Bapaknya. Alhasill kami pun hanya memberikan dua dari lima bintang untuk si Bapak, yang artinya buruk. Mampuslah.
Kesialan kami ternyata tidak berhenti di sittu. Sesampainya di Bandara kami berbaris di antrian check in yang telah mengular, saking banyaknya penerbangan hari itu. Sambil mengantri kami pun mengontak teman kami di jakarta untuk segera ke bandara, dan ternyata dua sudah di bandara juga, padahal penerbangannya sejam lebih lambat dari penerbangan kami. Antusiasme anak yang akan ke luar negeri sangat berlebihan sodara-sodara. Ya itulah kami 4 anak gadis usia 24 tahun. Darah muda dengan rasa penasaran yang tinggi telah menghantui kami. 
Suasana Bandara pagi itu.
Tidak terbersit sedikitpun dalam benak kamu bahwa kami ditakdirkan untuk menjelajahi setiap sudut negeri seribu pagoda dalam dua kelompok yang berbeda. Hal ini sangat tidak adil buat Desi karena di kelompoknya hanya dialah satu-satunya anggotanya. Syukurnya si Desi orangnya berani dan super aktif jadinya baik-baik saja dia disana sendirian sampai pulang kembali ke Jakarta.
Lutut kami begitu lemas ketika di kabarkan oleh si Mas hitam manis tinggi kurus, petugas check in  bahwa penerbangan kami ditunda oleh karena abu gunung agung yang baru saja menyemburkan lahar panas dengan ganasnya. Okay, kami tahu bahwa pemilik daratan tertinggi Pulau Bali baru saja mengamuk, tetapi kami tidak menyangka bahwa efeknya penerbangan kami akan ditunda. 
Syukurnya si mas menginformasikan bahwa kami bisa menjadwalkan ulang penerbangan kami. Dia lalu menanyakan kapan kami mau mengganti jadwal terbang kami. Dengan lantang kami menjawab kami mau terbang besok. Eh ternyata besoknya penerbangan dibatalkan lagi, karena kondisi terkini tidak memungkinkan untuk melakukan penerbangan. Kami lalu harus ke kantor Air Asia yang jarakya lumayan jauh dari kosan untuk menjadwalkan ulang penerbangan kami. Akhirnya setelah tertunda 4 hari, kamipun bisa terbang ke negeri impian kami. Terimakasih Tuhan.

Adakah di antara teman-teman yang punya pengalaman serupa dengan kami? Kalau ada ceritakan di kolom komentar ya.

You May Also Like

0 comments