Thailand Trip -- Surga bagi Pecinta Kuliner

by - December 09, 2017

Halo readers, dalam tulisan berseri saya tentang Thailand kali ini saya akan memberi review tentang beberapa jenis makanan berat yang saya coba di negeri seribu Pagoda ini. Langsung saja disimak jenis-jenis makanannya di bawah ya :)

Sate Babi



Sudah saya ceritakan di tulisan sebelumnya bahwa setibanya kami dari bandara ke hostel, kami melanjutkan aktivitas dengan santapan malam kami. Flashback dulu sedikit. Jadi setelah turun dari tangga BTS, ada ibu-ibu yang menjajakan sate-satean di pinggir jalan. "Hmmm sepertinya enak" batin saya. Dengan serta merta saya mendekati lapak sang ibu dan menanyakan harga sate itu. Sang ibu dengan sangat ramah memberitahu kalau harganya 10 Baht per tusuk. Wooww murah sekali, padahal satenya besar.
Sekedar mencoba saya membelinya satu. Sang ibu kemudian memberitahu bahwa sate yang dijualnya adalah sate babi dan menanyakan kepada saya perihal saya bisa mengkonsumsinya atau tidak. Sengan senyum mengembang saya mengatakan bila saya bukan muslim. Saya  tahu mengapa dia mengira saya muslim. Alasannya adalah karena saya diapiti oleh dua wanita hijabers. Ahh ibunya baik sekali, tidak money oriented. Coba kalau yang menjualnya orang yang money oriented, wassalamlah.

Sate Cumi
Dua meter setelah lapak sate kami menemukan lagi sebuah lapak yang menjual sate aneka jenis cumi. Woowww makanan Thailand selalu bikin ngiler. Waktu itu saya tidak mencobanya, tetapi ketika kami balik lagi dan akan berangkat ke Asiatique Nonny membelinya dua tusuk dan saya mencobanya satu potong. Enak ngets, harga kaki lima rasa bintang lima men. Selain di Bangkok malam empat hari berikutnya, saya mencobanya lagi di Hua Hin Night market ketika kami berkunjung kesana. tetapi di Hua Hin saya membeli sate cumi versi kering. Rasanya tetap enak.

Grilled Pork


Jadi santap malam kami pada malam pertama di Thailand adalah Phad Thay dan Grilled Pork buat saya. Mungkin di antara pembaca ada yang bertanya "Kok jahat? padahal kan ada dua teman muslim, kenapa makan babi?". Well saya mau meluruskan ya. Teman-teman saya berdua ini benar-benar tidak keberatan kalau saya makan babi. Malah Nonny setap kali melihat orang jualan babi, dia selalu berteriak dan menyuruh saya untuk membelinya. Kata mereka "disini kamu bebas mau makan apapun yang kamu makan, pakai pakaian apapun yang kamu suka" dan saya mendaulatkan mereka sebagai the best travel partner ever walaupun saya selalu pusing karena tiada hari tanpa berantem antara mereka dua. Hahaha. Tapi kamu jangan mengira berantem yang sampai bawa pisau dan main kaki tangan ya. Beranten versi mereka berdua adalah berdebat tentang segala sesuatu, tetapi durasinya paling lama ya lima menit. Setelah itu pasti ngikik ngakak kembali. Wkwkwk.
Okay kembali ke topik. Jadi grilled pork yang saya makan itu harganya 59 Baht atau kalau dirupiahkan harganya menjadi 24.780 dengan kurs 420 rupiah per satu Baht. Porsinya? Tidak usah ditanyakan lagi. Panjangnya setangan orang dewasa (dari pergelangan tangan sampai ujung jari tengah, lebarnya selebar jari tengan dan jari telunjuk bila disatukan. Sebagai teman grilled pork tadi disajikan pula dalam piring yang sama kentang goreng, roti bakar dan daun selada, juga mayoinase dan saos sambal. Duh nikmat Tuhan yang kau dustakan Nona? Di Indonesia mana bisa saya dapat menu selengkap itu dengan harga semurah itu?

Tom Yum


Makanan ini kami coba ketika kami berkunjung ke Pasar Chatuchak keesokan harinya. Yang menjajakannya adalah ibu-ibu muslim berkerudung, jadi aman buat Nonny dan Taya. Di sini kami satu porsi Tom Yum  seafood dengan tambahan dua porsi nasi. Harganya cukup mahal dengan porsi yang sangat besar, jadi paslah buat kami bertiga.

Rasanya benar-benar nendang di lidah saya. Rasa asam yang bersumber entah dari bahan masakan apa (bukan tomat, asam, belimbing dan jeruk nipis) membuat cita rasa baru ini begitu unik tetapi tidak aneh. Dalam satu mangkuk Tom Yum itu diisi berbagai macam seafood (ikan, udang, kerang, kepiting, dan cumi) dengan potongan yang besar dan banyak. Untuk satu porsi Tom Yum dan tambahan nasi dua porsi, juga tiga gelas minuman kami membayar 490 Baht.

Seafood Pizza


kalau di Indonesia kita hanya mengenal pizza daging, kalaupun ada yang terbuat dari seafood itu hanyalah dari ikan tuna (setahu saya sih, CMIW) di gerai pizza ternama itu. Nah di sini kita akan bertemu dengan pizza bertoping seafood lengkap. asRanya endess merundess. Mana potongan dagingnya besar-besar pula. Jadi satu pizza kita bagi bertiga karena emang harganya agak mahal (tahulah budget traveler). Kami mencoba pizza seafood ini di Chocolate Ville,  salah satu restoran pinggir sungai dengan dekorasi yang ciamik dan intagramable. Tulisan tentang tempat ini akan saya ulas dalam artikel terpisah.


Nasi Goreng


Jadi sepulang dari Chocolate Ville perut saya masih mau minta makan lagi. Tahu kan orang Indonesia, belum sah makannya kalau belum makan nasi. Wkwkwk. Nah sesampainya di hostel saya pun langsung memisahkan diri dari Nonny dan Taya dengan menyebrang jalan menuju Bangkrak Food Center. Di sana saya membeli nasi goreng di satu-satunya lapak yang masih buka karena jam sudah menunjukkan pukul 23:00 waktu setempat. Harganya 80 Baht. Saya sebenarnya masih ragu untuk membelinya karena saya merasa cukup mahal, tetapi ruang tengah saya tidak bisa diajak kompromi. Saya sempat mengajak kompromi si pemilik lapak untuk menjualnya  setengah porsi saja biar saya hanya membayar 40 Baht, tetapi mereka mengatakan mereka hanya menjualnya dalam satu porsi. Akhirnya saya pun menyerah dan membelinya.

Siapa sangka ternyata rasanya sangat endolita dengan potongan udang, kepiting dan cumi di dalamnya. Porsinya juga segede gaban. Untuk satu porsi itu saya dan Nonny memakannya bersama malam itu, tetapi belum habis juga, masih tersisa setengah porsi lagi. keesokan paginya kami memakannya lagi di bis dalam perjalanan ke Pak Chong, tetap belum habis juga. Akhirnya siang harinya saya menghabiskannya lagi sendirian. Sayang kalau dibuang karena saya penganut paham makan harus sampai habis, sampai tidak tersisa satu biji nasipun di piring karena masih banyak orang di luar sana yang hanya untuk makan saja harus mengais tong sampah.

Ayam Goreng


Paginya sebelum berangkat ke Pak Chong, kami menunggu uber di depan Robinson di ujung jalan sepanjang gang hostel. Di sana ada beberapa pedagang yang menjajakan beberapa jenis makanan. Mata saya lekat menatap sate babi, tapi sayangnya belum di bakar. Nonny dan Taya kemudian membeli ayam goreng dan saya pun ikutan membelinya. Satu potong ayam goreng diberi harga 20 Baht. Saya juga membeli satu porsi sticky rice (nasi ketan) seharga 5 Baht, yang nantinya saya habiskan di malam harinya, karena masih ada nasi goreng sisa semalam. Rasanya tetap enak walaupun sudah disimpan seharian.


Mango Sticky Rice


Makanan yang satu ini Khas Thailand banget. Kami membelinya di Pak Chong Night Market sepulang dari Palio Village. Karena sudah kenyang karena sudah banyak makan seharian itu, kami hanya membelinya satu buat bertiga seharga 60 Baht. "Soal rasa lidah gak bisa bohong" kata salah satu iklan di stasiun televisi nasional. Ya iya emang. Saya baru menemukan jawabannya kenapa makanan ini begitu hits di Indonesia dan menjadi makanan yang paling ingin dicoba wisatawan ketika berkunjung ke Thailand. nilainya 9,5 lah dari 10.


Nasi Ayam (lupa namaya, beli di Pak Chong)


Jadi di Pak Chong kami nginap semalam dan keesokan harinya setelah mengunjungi kebun bunga matahari, kami langsung menuju hostel untuk mengembalikan motor dan segera menuju Bus Stop untuk berpindah kota menuju Hua Hin. Karena tidak sempat sarapan nasi, saya dan Nonny membeli nasi ayam ala Thailand di salah satu rumah makan dekat Bus Stop. Jadi ayamnya hanya dipotong-potong tanpa bumbu. Kita dikasih juga sambal sachetan (yang dibuat sendiri oleh pemiliki rumah makan). Sambalnya itu nantinya ditabur di atas potongan ayam. Jangan takut rasanya bakalan pedas, karena disini tidak ada sambal yang pedas. Umumnya asam rasa sambalnya. rasanya endolita banget.


Pork Ribs
Add caption



Sesampainya kami di Hua Hin, tanpa mandi, tanpa cuci muka langsung menuju Hua Hin Night Market. Sebenarnya tujuan kami adalah Chichada Night Market, night market terbesar sekota Hua Hin, tapi sayangnya pasar tersebut hanya digelar pada hari Jumad, Sabtu dan Minggu. Tak mengapa karena kami sudah puas menyusuri Hua Hin Night market yang jaraknya hanya sepelemparan batu dari hostel kami. Disana saya membeli Pork Ribs seharga 50 Baht. Saya benar-benar speechless dengan rasanya. Enak banget. Saya beri nilai 9 deh dari 10. Rasanya seperti di resto-resto mewah padahal belinya di pasar. Tidak salah kalau Nonny bilang "di Tahailand makanan kaki lima rasa bintang 5".


Phad Thai


Saya mencoba Phad Thay di malam terakhir kami di Bangkok setelah meninggalkan Hua Hin, di salah satu resto halal sepulang dari Pratunam Night Market. Jadi Phad Thay ini semacam mie dikasih potongan ayam, lalu ada cabe bubuk dan kacang. Rasanya endess, tetapi sayangnya porsinya terlalu besar jadinya agak enek.


Ini dulu review saya mengenai makanan-makanan berat di Thailand. Mengenai makanan ringan dan minuman-minumannya akan saya tulis di postingan berikutnya.

PS : Ada beberapa makanan yang tidak sempat di foto karena rasa lapar lebih besar dari keinginan untuk mengabadikannya dalam bentuk gambar. Lol :D

You May Also Like

0 comments